JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengakui bahwa Dewan bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu menyepakati pasal-pasal dalam UU Pemilu yang akan direvisi lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Doli berkilah bahwa kesepakatan yang diperoleh lewat rapat konsinyering para pihak ini merupakan bagian dari keterbukaan.
"Kan ini kalau dibicarakan secara sembunyi-sembunyi gitu ya, tertutup, itu nanti khawatir akan menimbulkan masalah," ujar politikus Golkar tersebut kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).
"Ya perppu kan itu sebenarnya inisiatif dari pemerintah. Kami kemarin mengambil inisiatif saja supaya... ini kan, perppu ini, perppu yang cukup penting dan strategis, mengubah beberapa pasal Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilu)," katanya lagi.
Baca juga: Konsinyering Perppu Pemilu Disorot karena Dinilai Aneh
Dalam konsinyering yang disebut telah dilakukan dua kali, pemerintah dan DPR bersama penyelenggara pemilu disebut telah menyepakati sedikitnya lima isu untuk diusulkan masuk dalam perppu.
Isu pertama terkait penambahan anggota DPR sebagai konsekuensi bertambahnya provinsi di Papua imbas pemekaran wilayah tahun ini.
Kedua, penambahan jumlah daerah pemilihan (dapil) imbas hal yang sama.
Ketiga, penyeragaman berakhirnya masa jabatan KPU di daerah.
Keempat, penetapan daftar calon tetap (DCT) yang kemungkinan bakal dimajukan karena masa kampanye hanya 75 hari untuk memudahkan distribusi logistik pemilu oleh KPU ke daerah-daerah.
Kelima, dihapusnya aturan pengundian nomor urut bagi partai-partai politik pemenang pemilu legislatif (pileg) sebelumnya.
Baca juga: Perppu Pemilu Akan Akomodasi Usul Megawati, Nomor Urut Parpol DPR Tak Perlu Diundi
Dengan disepakatinya isu-isu ini sebagai substansi yang akan dimuat dalam perppu, maka praktis Perppu Pemilu yang diajukan pemerintah ke DPR RI kecil kemungkinan ditolak walaupun Anggota Dewan punya kewenangan untuk itu.
"Kami bersama pemerintah mengambil inisiatif sebelum nanti pemerintah mengajukan secara resmi, kita sepakati dulu pasal-pasal mana sebetulnya yang harus kita revisi dan kira-kira substansinya seperti apa," ungkap Doli.
Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menganggap aneh adanya kesepakatan dengan lembaga di luar pemerintah dalam proses pembuatan perppu ini.
Pasalnya, jalur Perppu dipilih agar revisi UU Pemilu berlangsung cepat untuk mengakomodasi tiga provinsi baru di Papua dalam Pemilu 2024. Lewat perppu, pemerintah mestinya cukup menerbitkannya dan menyerahkannya ke parlemen.
Baca juga: KPU Harap Perppu Pemilu Terbit Pertengahan November 2022
"Soal Perppu ini juga aneh ya. Namanya perppu itu kan subjektivitas presiden terhadap kebuntuan hukum yang terjadi untuk penyelenggaraan negara, dalam hal ini penyelenggaraan pemilu. Saya ketawa saja, menurut saya aneh," kata Fadli kepada wartawan pada Senin (14/11/2022).