Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siti AminahTardi
Pengacara

Pengacara Hak Asasi Perempuan, saat ini Komisioner Komnas Perempuan 2020-2024

18 Tahun UU PKDRT: Dukung Keadilan dan Pemulihan Korban

Kompas.com - 18/10/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DELAPAN belas tahun lalu, tepatnya 22 September 2004, UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) diundangkan.

Undang-undang ini menjadi pembaharuan hukum yang mengatur tindak pidana kekerasan di ranah rumah tangga sebagai upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Di tengah peringatannya, dilaporkan kekerasan terhadap LK yang diduga dilakukan RB, suaminya. Disusul munculnya konten prank laporan KDRT yang dilakukan pasutri BW dan PV.

Dari kedua hal ini masih terdapat pandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga sebagai hal sepele atau hal biasa, bahkan dijadikan konten prank.

Hal ini menunjukkan kekerasan dalam rumah tangga sebagai pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus belum tersosialisasikan dengan baik.

KDRT berkembang dan semakin kompleks

Catahu Komnas Perempuan 2004 - 2020 mencatat 2.667.134 kasus kekerasan di ranah rumah tangga dan personal.

Pada 2021, dari 338.496 kasus kekerasan terhadap perempuan, tercatat 335.399 kasus (99 persen) terjadi di ranah rumah tangga dan personal.

Posisi ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, bahwa ini selalu menempati kasus tertinggi yang dilaporkan (Komnas Perempuan: 2021).

Tentunya angka ini adalah puncak gunung es dari yang sebenarnya terjadi. Korban membutuhkan keberanian, dukungan, dan respons yang tepat dari keluarga, masyarakat dan negara untuk mengadukannya.

Dari tingginya angka kekerasan di ranah KDRT dan personal ini, menunjukkan bahwa rumah, relasi perkawinan atau relasi intim tidak selalu aman. Perempuan, anak perempuan, PRT atau yang pada posisi subordinat rentan mendapatkan kekerasan.

Terhadap siapakah kekerasan terjadi? Dari pengaduan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan, kekerasan terhadap isteri menempati urutan pertama dan yang paling minim diadukan adalah kekerasan terhadap PRT.

Tingginya kekerasan terhadap isteri secara tidak langsung menyebabkan penyempitan makna bahwa KDRT adalah kekerasan terhadap istri.

Padahal KDRT tidak terbatas pada isteri, tapi juga menimpa mereka yang berada pada posisi subordinat atau tidak memiliki kuasa dalam lingkup keluarga, seperti isteri, anak perempuan, perempuan lansia, pekerja rumah tangga atau anggota keluarga lainnya.

Siklus, kerentanan dan bentuk kekerasan terjadi pula dalam relasi personal seperti pacaran atau setelah putusnya relasi perkawinan atau pacaran.

Sementara, pola kekerasan terhadap isteri kini telah berkembang dan kompleks sedemikian rupa, di antaranya:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com