JAKARTA, KOMPAS.com - Masih segar dalam ingatan, bagaimana Bjorka dengan leluasa memunculkan data-data pribadi masyarakat Indonesia di dunia maya.
Jumlah terbesar ada 1,3 miliar data pengguna jasa telekomunikasi di Indonesia "dilelang".
Belum lagi jutaan data pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan pelanggan pengguna provider Indihome yang juga dia ungkapkan.
Sebelum mengakui diri kebobolan, pemerintah bersikap seolah tak memiliki tanggung jawab atas peristiwa itu.
Baca juga: Kilas Balik Isu Kebocoran Data: Munculnya Bjorka hingga RUU PDP Disahkan
Misalnya, pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang menyebut kejadian itu merupakan tanggung jawab operator telekomunikasi.
Sebaliknya, operator menyalahkan regulator.
Jalan tengahnya Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) menyebut kebocoran data ini adalah "tanggung jawab bersama."
Menko Polhukam Mahfud MD pada media masa kemudian mengakui peristiwa pembobolan data pribadi masyarakat Indonesia itu benar-benar terjadi.
Akan tetapi, menurut dia, data yang dibobol hacker bernama Bjorka itu, hanya data umum yang sifatnya bukan rahasia.
"Sebenarnya bukan data yang sebetulnya rahasia," kata Mahfud, Senin (12/9/2022).
Baca juga: Indonesia Akhirnya Punya UU PDP Setelah Penantian 6 Tahun
Lantas pernyataan ini banyak dikecam oleh kelompok masyarakat sipil. Karena pernyataan Mahfud seolah-olah membiarkan data pribadi itu berserakan.
Kecaman keras juga datang dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang meminta para pejabat negara tak lagi menganggap urusan kebocoran data ini sebagai urusan remeh-temeh.
Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menilai, perlindungan data pribadi penduduk sama dengan melindungi kepentingan bangsa.
Sebab, menurutnya, data pribadi penduduk harus dilindungi oleh negara agar tidak terjadi kejahatan yang mengorbankan warga negara.
"Ke depan, mulai hari ini, ini harus serius," imbuh dia.
Dadang memberikan contoh kejahatan yang mungkin terjadi dengan memanfaatkan kebocoran data pribadi warga.
Baca juga: Rekap Kasus Kebocoran Data Hacker Bjorka hingga Pelacakan Keberadaan dan Identitasnya
Misalnya, data pribadi itu dimanfaatkan untuk tindak terorisme.
Menurut Dadang, bisa saja orang yang yang berniat menyebarkan paham terorisme dari luar negeri, meminjam data pribadi warga negara Indonesia untuk masuk ke wilayah Indonesia.
"Itu bisa sangat rentan sekali (terjadi)," tutur Dadang.
Cerita ini diambil dari Naskah Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan pada 7 Maret 2022.