Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPSK soal Putri Candrawathi: UU TPKS Bukan untuk Korban "Fake"

Kompas.com - 25/09/2022, 13:34 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi menilai istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, merupakan "korban palsu" dugaan pelecehan seksual di dalam pusaran kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Bahkan menurut dia, Putri pun tidak bisa menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai tameng supaya terhindar dari dugaan tindak pidana pembunuhan berencana itu.

"Ini Undang-Undang TKPS bukan untuk melindungi orang-orang seperti (Putri) ini, (tapi) untuk melindungi korban sebenarnya, untuk melindungi real korban, bukan korban fake, korban palsu," kata Edwin dalam acara Media Gathering di Banding, Jawa Barat, Jumat (23/9/2022).

Baca juga: LPSK Sebut Ada Upaya Putri Candrawathi Manfaatkan UU TPKS untuk Melindungi Diri

Edwin mengatakan, LPSK melihat ada upaya dari Putri Candrawathi untuk menggunakan UU TPKS supaya lolos dari jerat pidana.

Oleh karena itu, kata Edwin, LPSK menentang keras tindakan tersebut yang dinilai mencederai beleid yang diperjuangkan oleh para aktivis perempuan itu.

"Jadi (Putri melakukan) upaya menggunakan instrumen lain UU TPKS untuk mendapat justifikasi sebagai korban itu, itu yang kami tolak, enggak boleh dong," ujar Edwin.

Edwin menegaskan produk Undang-Undang TPKS tidak salah. Namun, kata dia, setiap produk hukum bisa disalahgunakan seperti contoh yang dia berikan.

"Enggak ada yang salah sama Undang-Undangnya. Tapi, kalau orang mau manipulasi fakta, mau memanfaatkan instrumen yang ada untuk kepentingannya ya (pasti akan) ada saja," katanya.

Baca juga: LPSK: Putri Candrawathi Jadi Pemohon Perlindungan Paling Unik yang Pernah Ditangani

Selain itu, kata Edwin, dia menilai Putri merupakan pemohon perlindungan paling janggal yang pernah ditangani LPSK.

"Ibu PC adalah pemohon perlindungan yang paling unik kepada kasus kekerasan seksual yang saya tangani, dan pembuktian secara hukum," ujar Edwin.

Menurut Edwin, sepanjang LPSK berdiri belum ada pernah pemohon yang tidak mau dimintai keterangan untuk proses perlindungan. Hanya Putri Candrawathi, kata dia, sebagai pemohon yang enggan memberikan keterangan untuk proses verifikasi kasus.

"Satu-satunya pemohon sepanjang LPSK berdiri yang tidak bisa (atau) tidak mau dia menyampaikan apapun kepada LPSK. Padahal, dia yang butuh LPSK," kata Edwin.

Baca juga: LPSK Diminta Pulihkan Keluarga Korban Mutilasi di Mimika Papua

"Hanya ibu PC pemohon yang seperti itu selama 14 tahun LPSK berdiri," ujarnya melanjutkan.

Putri Candrawathi memang sempat mengajukan perlindungan kepada LPSK pada 14 Juli 2022, atau sepekan setelah peristiwa penembakan Brigadir J (Nofriansyah Yoshua Hutabarat) terjadi.

Putri Candrawathi mengajukan perlindungan kepada LPSK berbarengan dengan Bharada E atau Richard Eliezer yang disebut menembak Brigadir J bersama Ferdy Sambo. Namun, saat hendak diperiksa, Putri Candrawathi menolak.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com