JIKA ada produk legislasi yang paling ditunggu-tunggu, maka itu adalah Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Pengesahan UU PDP dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (20/9/2022), menjadi menarik karena berbarengan dengan gempita kasus penyebaran data pribadi yang menjadi trending topic dan menyita perhatian publik.
Namun perlu diketahui bahwa legislasi ini tidak lahir serta merta karena hingar-bingar itu. Presiden Joko Widodo telah mengirimkan naskah RUU PDP ke DPR sejak dua tahun lalu, kemudian dibahas penuh dinamika melalui enam kali perpanjangan masa sidang.
UU PDP dipercaya sangat penting dan strategis untuk mengawal dan memacu transformasi Indonesia memasuki Industri 5.0. Saat ini data sudah menjelma sebagai the new oil di era transformasi digital yang begitu masif.
Produk legislasi ini mengatur perlindungan data pribadi secara kodifikatif dalam satu UU secara terintegrasi, komprehensif, dan sistematik.
Kita memang tidak menafikan bahwa sebelumnya ketentuan tentang perlindungan data pribadi memang sudah ada, meskipun sangat terbatas.
Kondisi ketentuan secara sangat terbatas inilah yang justru menjadi persoalan, karena sangat tidak memadai, parsial, belum lagi tersebar dalam berbagai UU. Materi muatannya pun relatif sumir dan tidak komprehensif.
Ketiadaan UU kodifikatif-komprehensif ini menjadi cikal-bakal ketidakpastian hukum dan kesulitan dalam penegakannya.
Kondisi ini juga tidak bagus bagi keamanan data pribadi warga negara dan juga bagi dunia usaha dan investasi.
UU PDP adalah produk legislasi lex specialis yang merupakan instrumen legislasi primer yang mengatur secara spesifik perlindungan data pribadi. Sifatnya yang lex specialis menjadikan tidak tersekat oleh sektor atau rezim hukum tertentu.
Dalam teori dan praktik hukum, kedudukan lex specialis memiliki makna jika ada konflik pengaturan (conflict of law) dengan UU eksisting lain, maka yang berlaku adalah UU PDP ini.
Hal itu sesuai dengan asas, “hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex specialis derogate legi generalis).”
Dalam menghadapi transformasi digital dan persaingan global yang sangat keras, serta faktor big data yang sangat strategis, maka untuk kepastian hukum, Lembaga PDP yang akan dibentuk, dan tentu saja Aparat Penegak Hukum (APH), harus secara konsisten menerapkan prinsip ini.
UU PDP diproyeksikan antara lain untuk menjawab realitas ketiadaan standar dan kriteria perlindungan data pribadi.
UU PDP juga menjawab keraguan dunia usaha dan investasi, tatkala kegiatan usahanya bersentuhan dengan data pribadi. Dengan kata lain, UU ini menjadi jawaban atas ketidakpastian hukum itu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.