JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, penilaian baik tidaknya seorang terpidana korupsi, tidak bisa hanya dilihat selama terpidana itu menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Hal ini Ghufron sampaikan guna menanggapi puluhan narapidana korupsi yang dinyatakan bebas bersyarat pada awal September kemarin.
“Jadi tidak bisa berdiri sendiri bahwa seakan-akan penilaiannya hanya penilaian ketika di dalam Lapas,” kata Ghufron dalam konferensi pers di KPK, Kamis (15/9/2022).
Baca juga: Napi Korupsi Bebas Bersyarat, Yasonna: Enggak Mungkin Lagi Kita Lawan Aturan
Ia mengatakan, lapas merupakan subsistem dari proses peradilan pidana. Oleh karena itu, sedianya penilaian tersebut harus dilihat sejak terpidana itu menjalani proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.
Hal ini harus menjadi pertimbangan pihak Lapas dalam memberikan remisi maupun pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi.
“Kan tidak logis kalau kemudian remisinya seakan-akan hanya remisi dalam perspektif masa pembinaan di Lapas saja,” ujar Ghufron.
Baca juga: Pinangki Boleh ke Luar Negeri Setelah Bebas Bersyarat, asal Dapat Izin Kemenkumham
Sebagai contoh, kegiatan terpidana korupsi seperti donor darah hingga pandai membatik, tidak bisa menjadi patokan bahwa terpidana tersebut telah dianggap berkelakuan baik.
Sebab, sebelum menjalani proses hukum narapidana korupsi itu telah merugikan uang rakyat dan kepentingan orang banyak.
“Kalau kemudian dikonversi hanya dengan donor darah, itu kan sangat tidak proporsional,” tuturnya.
Ghufron mengatakan, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat memang hak narapidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan. Namun, pemberian remisi juga harus proporsional.
Baca juga: Publik Soroti Bebas Bersyarat Pinangki, Wamenkumham Sebut Sudah Sesuai Regulasi
Menurutnya, perbuatan koruptor yang mencederai publik dan merugikan negara harus seimbang dengan masa hukuman yang dijalani.
Ia mempertanyakan apakah masa hukuman yang telah dijalani di lapas membuat pembinaan berjalan efektif mengubah perilaku narapidana saat kembali ke masyarakat.
“Harus seimbang antara perbuatannya yang mencederai publik dan merugikan Indonesia rakyat banyak dengan kemudian pembinaan yang masanya mohon maaf kadang hanya masanya 4 tahun sudah dianggap kemudian terpulihkan,” ujar Ghufron.
Sebelumnya, 23 narapidana korupsi dinyatakan bebas bersyarat pada 6 September lalu. Mereka sebelumnya mendekam di Lapas Kelas IIA Tangerang, Banten dan Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Bebas Bersyarat, Pinangki Wajib Lapor Diri ke Bapas Jaksel hingga Desember 2024
Beberapa di antaranya adalah eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah beserta adiknya, Tubagus Chaeri Wardana, eks Jaksa Pinangki, dan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.
Selang beberapa hari, eks Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jero Wacik juga mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB).
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan mereka telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UU Pemasyarakatan.
Salah satu di antaranya adalah berkelakuan baik dan penurunan tingkat risiko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.