JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyinggung persoalan politik uang yang masih marak dalam pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia.
Dia khawatir jika banyak pemimpin politik yang ada hasil dari politik uang tersebut.
“Ketika pemilu begitu transaksional dengan segala cara, termasuk dengan uang dalam yang besar, lalu apa jadinya apabila politik kita diisi atau diawaki dan dipimpin oleh mereka yang hanya memiliki uang besar tadi?” ucap AHY dalam diskusi “Sekolah Demokrasi Angkatan V” pada Minggu (4/9/2022).
Baca juga: Puan Bertemu Surya Paloh, AHY Sebut Komunikasi Demokrat dan Nasdem Masih Intensif
AHY mengaku politik uang ini sangat sulit dikendalikan. Jika demikian kondisinya, maka akan sulit memunculkan putra putri terbaik bangsa yang tak memiliki modal banyak.
“Lalu kemana putri bangsa terbaik yang punya gagasan dan tahu bagaimana cara untuk membuat Indonesia semakin maju sejahtera tapi tidak punya uang, tidak bisa beli suara? Rugilah kita semua dan masa depan kita akan suram,” AHY mengingatkan.
Ia berharap pada pemilihan umum 2024 akan banyak masyarakat dapat menggunakan hak suara secara cerdas serta demokrasi yang semakin berkualitas.
Baca juga: AHY Nilai Perpanjangan Masa Jabatan Presiden sebagai Sebuah Kemunduran Demokrasi
“Jangan sampai banyak yang datang ke TPS hanya karena dapat uang, artinya gara-gara politik uang,” lanjutnya.
Dikutip dari Jurnal Antikorupsi Integritas milik KPK, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Burhanuddin Muhtadi menulis soal budaya politik uang dalam pelaksanaan Pemilu 2019.
Burhan mencuplik hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pasca Pemilu 2019 dengan total responden 1.210 orang yang dipilih melalui metode multistage random sampling.
Margin of error penelitian ini adalah ± 2.9 persen pada tingkat derajat kepercayaan 95 persen.
Dilihat dari berbagai macam metode pengukuran, hasil survei menunjukkan politik uang berkisar antara 19,4 persen hingga 33,1 persen pernah dialami responden selama periode sebelum hingga setelah pencoblosan dilakukan.
Pada Pemilu 2019, Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai sekitar 192 juta orang. Burhanuddin memotret hasil survei itu mengkhawatirkan lantaran jika dibandingkan dengan DPT yang ada, maka diperkirakan 37,3 juta hingga 63,5 juta pemilih terpapar praktik haram politik uang.
Jika memakai estimasi yang paling tinggi, satu dari tiga orang di Indonesia menjadi sasaran empuk jual beli suara.
Merujuk pada standar internasional, masyarakat yang terlibat dalam politik uang ini dinilai sangat tinggi sehingga Indonesia menempati peringkat politik uang terbesar ketiga di dunia di mana politik uang telah menjadi praktik biasa baru dalam pemilu di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.