Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Ungkap Alasan Pemerintah Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu Melalui Non-yudisial

Kompas.com - 19/08/2022, 09:23 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan alasan pemerintah membuka jalur non-yudisial dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.

Mahfud menyebut jalur non-yudisial ditempuh lantaran penyelesaian kasus melalui jalur yudisial acap kali menemukan kendala.

Kendala tersebut, misalnya, Kejaksaan Agung selalu meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperbaiki berkas temuan. Sebaliknya, Komnas HAM juga selalu merasa berkas temuannya sudah cukup.

Baca juga: Penuntasan Kasus HAM Masa Lalu, Mahfud: Bukan Presiden yang Ambil Keputusan, tetapi DPR

“Padahal Kejaksaan Agung itu kalah kalau tidak diperbaiki seperti yang sudah-sudah, 34 orang bebas (kasus Timor Timur),” kata Mahfud, dikutip dari Youtube Kemenko Polhukam, Jumat (19/8/2022).

Mahfud mencontohkan kekalahan Kejaksaan Agung ketika Mahkamah Agung memutus bebas terhadap 34 orang yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM di Timor Timur.

Mahkamah Agung memutus bebas tak lepas karena Komnas HAM tidak bisa melengkapi bukti-bukti yang dapat meyakinkan hakim.

“Oleh sebab itu sudahlah yang itu, biar bolak-balik Kejaksaan Agung, Komnas HAM, dan DPR sampai menemukan formulasi, kita buka jalur yang non-yudisial ini sebagai pengganti (alternatif) KKR (Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi),” terang Mahfud.

Baca juga: Jaksa Agung Minta Jampidsus Percepat Selesaikan Kebuntuan Penanganan Kasus HAM Masa Lalu

Di sisi lain, Mahfud menegaskan bahwa pemerintah harus segera berbuat untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Ia juga tak mempersoalkan terkait kritik masyarakat terhadap langkah yang ditempuh pemerintah.

“Soal ada kritik ya biasalah, saya senang ada kritik. Kalau saya enggak apa-apa, dan akan didengarkan serta dilaksanakan,” ucap Mahfud.

“Dan Anda boleh ceklah transparan. Masalah pelanggaran HAM berat kita selesaikan baik-baik,” imbuh dia.

Jokowi teken keppres

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Namun, keputusan tersebut menuai kritik dari masyarakat karena dinilai memperkuat impunitas atau kekebalan hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM di Indonesia.

“Perihal Keppres Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu juga melahirkan sejumlah polemik yang berpotensi membuat impunitas semakin menguat di Indonesia," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, Kamis (18/8/2022).

Baca juga: Temui Moeldoko, Mahasiswa Trisakti Bahas Sejumlah Kasus HAM Masa Lalu

Menurut dia, ketertutupan informasi terkait pembentukan tim penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai upaya memisahkan penyelesaian berbasis metode yudisial atau peradilan.

Julius juga menyebut, keputusan Jokowi sebagai bentuk kamuflase atas lemahnya negara menindak para pelaku kejahatan kemanusiaan di Indonesia.

"Kami belum melihat rujukan regulasi atau standar norma pengaturan yang Presiden dan jajarannya pilih dalam menyusun regulasi (Keppres) ini," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com