Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Polisi Tak Ragu Usut Aliran Dana ACT, Wasekjen PBNU Juga Berharap Modusnya Diungkap

Kompas.com - 30/07/2022, 17:26 WIB
Diamanty Meiliana

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rahmat Hidayat Pulungan meminta aparat penegak hukum tidak ragu menyelidiki aliran dana ke pihak lain terkait dugaan penyelewengan donasi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

"Jangan sampai selain untuk memperkaya diri sendiri, dana masyarakat digunakan atau dialirkan untuk memperkuat kelompok-kelompok radikal dan terorisme," kata Rahmat, dikutip dari Antara, Sabtu (30/7/2022).

Setelah diselidiki, tambah dia, aparat penegak hukum juga harus menyampaikan informasi tentang aliran dana tersebut kepada publik, termasuk modus-modus transaksi keuangan yang dilakukan oleh para petinggi ACT.

Baca juga: UPDATE Kasus ACT: Himpun 2 Triliun, 450 Miliar untuk Operasional

Selanjutnya mengenai tindakan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri yang menahan empat tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang oleh ACT, Rahmat menilai hal tersebut sudah tepat.

Menurutnya, Dittipideksus Bareskrim Polri bertindak cepat dalam menahan empat tersangka tersebut untuk mencegah mereka bergerak leluasa setelah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan pemotongan donasi mencapai Rp 450 miliar untuk operasional.

Artinya, tambah Rahmat, lembaga tersebut menghabiskan total operasional sebesar Rp 2,5 miliar setiap bulannya, termasuk kisaran gaji keempat petinggi yang berkisar Rp50-450 juta per bulan.

"(Penahanan) tidak heran karena temuan Bareskrim Polri mengungkap gaji keempat petinggi tersebut berkisar Rp 50-450 juta per bulannya. Sangat fantastis," tambah dia.

Baca juga: Bareskrim: 4 Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT Hadiri Pemeriksaan

Kemarin, Jumat (29/7/2022), penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri menahan empat tersangka kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang oleh Yayasan ACT.

Empat tersangka itu adalah mantan Presiden ACT Ahyudin (A), Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT, Hariyana Hermain (HH) yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Lalu, Novariandi Imam Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.

Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawa, alasan penahanan adalah para tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti.

Mereka terbukti mencoba menghilangkan barang bukti dengan cara memindahkan beberapa dokumen yang ada di Kantor ACT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com