Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dinilai Melindungi jika Tak Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli

Kompas.com - 11/07/2022, 18:07 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dinilai melindungi Lili Pintauli Siregar jika tak mengusut dugaan tindak pidananya.

Hal itu disampaikan mantan Ketua KPK Abraham Samad menanggapi mundurnya Lili dari jabatan Komisioner KPK dan gugurnya sidang etik Dewan Pengawas (Dewas).

“KPK dianggap menyembunyikan sesuatu, membela apa yang terjadi pada komisionernya. Kalau diperiksa kan (bisa) terungkap, di persidangan juga terungkap. Kalau dia (Lili) mundur (kasusnya) berhenti, ini tidak terungkap,” ungkap Abraham pada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Baca juga: Lili Pintauli Mundur dari Komisioner KPK, Abraham Samad: Dugaan Pidananya Harus Dilanjutkan

Ia menjelaskan, ada dugaan tindak pidana berupa suap dan gratifikasi dalam dugaan pelanggaran etik Lili.

Maka, KPK punya wewenang melakukan pengusutan tindak pidana tersebut. Jika tidak, maka kepercayaan publik pada KPK itu akan semakin turun.

“Kalau begitu (dibiarkan) jadi preseden buruk dan itu menunjukan kalau ternyata dia (Lili) cuma mengundurkan diri dan tidak ada tindaklanjut pemeriksaan terhadap (dugaan) tindak pidananya berarti KPK betul-betul sama sekali tidak bisa diharapkan,” tuturnya.

Di sisi lain, pemeriksaan dugaan tindak pidana itu dapat membuat terang benderang perkara.

Sebaliknya, tanpa upaya pengungkapan, publik tidak mengetahui dengan pasti apa yang terjadi dengan Lili.

"Kalau diperiksa kan terungkap, di persidangan juga terungkap. Kalau dia mundur (penanganan dugaan tindak pidananya) berhenti, ini tidak terungkap,” imbuh dia.

Diketahui pengunduran diri Lili sebagai Komisioner KPK telah disetujui Presiden Joko Widodo melalui keputusan presiden (keppres) Nomor 71/P/2022 tertanggal 11 Juli 2022.

Sedianya Lili mengikuti sidang etik Dewas KPK hari ini terkait dugaan penerimaan gratifikasi akomodasi hotel dan tiket gelaran MotoGP Mandalika dari Pertamina.

Baca juga: Lili Pintauli Mundur dari Komisioner KPK, Abraham Samad: Dugaan Pidananya Harus Dilanjutkan

Namun karena keppres itu telah diterbitkan, maka Dewas KPK memutuskan menggugurkan sidang etik tersebut.

Alasannya, Lili tak lagi berstatus sebagai insan KPK. Maka ia bukan subyek Dewas KPK lagi.

Sebelumnya Lili pun pernah dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat karena berkomunikasi dengan pihak beperkara terkait kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungbalai.

Ia lantas disanksi pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com