JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar mengaku khawatir dengan dampak psikologis korban kekerasan seksual seorang motivator dan pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Jawa Timur, Julianto Eka Putra.
Pasalnya, terdakwa masih mampu menghirup udara bebas usai ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Agustus 2021. Kasusnya kini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang.
"Tentu sangat berdampak dengan kondisi psikologisnya. (Korban akan merasa) bahwa saya sudah melapor lalu saya sudah memberanikan diri, mengambil risiko dan segala macam, tapi kemudian kok tidak adil, ya," kata Nahar di Gedung KemenPPPA, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Baca juga: KemenPPPA Sayangkan Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Belum Ditahan
Nahar menyayangkan aparat penegak hukum belum kunjung menahan terdakwa sejak awal proses penyidikan.
Menurut dia, aparat penegak hukum memiliki alasan subjektif yang membuat terdakwa masih berkeliaran bebas.
Ketentuan ini kata Nahar, memang tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Pasal 21 Ayat 1 disebutkan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dilakukan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Lalu di Pasal 21 Ayat 4, penahanan hanya dapat dikenakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan tersangka atau terdakwa diancam dengan penjara 5 tahun atau lebih.
Baca juga: Jaksa Jemput Paksa Terdakwa Kasus Kekerasan Seksual Sekolah SPI
"Ada alasan subjektif dari aparat penegak hukum ketika ada dua pilihan, jadi alasan subjektif itu tergantung dari aparat penegak hukum, yakin enggak? Dan menunjukkan sampai sekarang tidak ditahan artinya bahwa aparat penegak hukum menyakini enggak ada masalah," tutur Nahar.
Meski begitu kata Nahar, pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku. Dia berharap proses hukum berjalan lancar dan mementingkan kondisi anak-anak atau korban hingga akhir.
Adapun berdasarkan pemeriksaan dan kesaksian, korban yang terungkap berjumlah 15 orang. KemenPPPA juga telah berkoordinasi dengan Polda Jawa Timur dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk perlindungan para siswa yang menjadi korban.
"Toh, kalau sekarang belum berhasil ditahan, kita berharap kasusnya segera selesai. Jika terbukti sesuai dengan pasal yang disangkakan, maka segera diputus lalu kemudian bisa dieksekusi," harap Nahar.
Baca juga: Jaksa Ajukan Penahanan Terdakwa Kekerasan Seksual Sekolah SPI
Sebagai informasi, Julianto merupakan motivator dan pendiri lembaga pendidikan SPI. Kasus kekerasan seksual yang dilakukan Julianto kepada para siswi terungkap sejak akhir Mei 2021 ketika korban melapor ke Komnas PA.
Kasus kekerasan diduga terjadi sejak tahun 2009 saat para korban masih duduk di bangku sekolah. Buntutnya, Julianto ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Agustus 2021 dan dijerat pasal alternatif dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Tetapi, pelaku belum ditahan hingga kini. Jaksa Penuntut Umum, Edi Sutomo mengatakan tidak ditahannya terdakwa karena hal tersebut adalah keputusan majelis hakim.
"Nantinya sidang dilanjutkan di hari Rabu tanggal 20 Juli untuk tuntutan. Terdakwa tidak ditahan karena kewenangan majelis hakim. Dari kami langsung pelimpahan" kata Edi beberapa waktu lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.