Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Brotoseno, Pakar Usul Aturan Pemecatan Polisi Diuji Materi di MA

Kompas.com - 06/06/2022, 06:02 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyarankan dilakukan uji materi (judicial review) di Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menurut Abdi, hal itu patut dilakukan guna menghindari polemik Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Raden Brotoseno terulang di kemudian hari.

Sebab, Brotoseno yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi dilaporkan kembali berdinas di Polri walaupun posisinya saat ini dilaporkan hanya sebagai staf Divisi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (Div TIK) dan bukan sebagai penyidik.

Abdul menyatakan, hal yang dinilai ambigu adalah soal penafsiran yang berbeda terkait Pasal 12 dalam PP Nomor 1/2003.

Menurut Abdul, di dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PP Nomor 1/2003 disebutkan, seorang polisi bisa diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas karena dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia

Baca juga: Brotoseno Masih Berstatus Polisi Aktif, LBH Jakarta Nilai Sidang Kode Etik Polri Menjadi Ruang Impunitas

Sedangkan dalam Pasal 12 ayat (2) PP Nomor 1/2003 disebutkan Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Inilah pangkal masalahnya, sehingga ketentuan ini harus diubah atau di-judicial review," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/6/2022).

Menurut Abdul, seharusnya ketentuan itu dibaca sebagai satu kesatuan, yaitu seorang polisi bisa diberhentikan dengan tidak hormat dengan pertimbangan telah dijatuhi pidana. Namun, kata dia, Polri justru berbeda dalam menafsirkan aturan itu.

"Yang jadi soal itu ketentuan itu dibaca sebagai satu kesatuan, yaitu dengan pertimbangan telah dijatuhi pidana, maka diberhentikan dengan tidak hormat," ucap Abdul.

Baca juga: Dinilai Janggal, Sidang Etik Brotoseno Digelar Setelah Ia Bebas Bersyarat

"Tetapi institusi Kepolisian justru menafsirkannya dengan parsial, sehingga tafsirnya menjadi bisa diberhentikan tetapi karena ada pertimbangan pejabat yang berwenang tidak diberhentikan karena alasan subjektif," sambung Abdul.

Awal perkara korupsi yang dilakukan Brotoseno terungkap dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016 saat menjabat Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Pada 14 Juni 2017, Brotoseno dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Brotoseno terbukti menerima suap Rp 1,9 miliar dan menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.

Setelah menjalani hukuman selama kurang lebih 3 tahun Brotoseno mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dia dibebaskan pada 15 Februari 2020.

Baca juga: Pengamat Pertanyakan Prestasi Brotoseno karena Masih Dipertahankan Polri

Di akhir Mei 2022 lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) melontarkan dugaan bahwa setelah bebas Brotoseno kini kembali aktif bertugas menjadi penyidik di Bareskrim Polri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com