Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Keuntungan "Curi Start" Koalisi Indonesia Bersatu

Kompas.com - 19/05/2022, 15:52 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memutuskan mendeklarasikan koalisi Indonesia Bersatu sepekan setelah masa liburan Idul Fitri.

Keputusan membentuk koalisi disampaikan setelah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bertemu pada 12 Mei 2022.

Dengan mendahului membentuk poros koalisi sedangkan tahapan persiapan pemilu 2024 masih cukup panjang, ketiga partai itu dinilai ingin memupuk modal untuk melakukan konsolidasi internal, penggalangan dukungan, hingga memetakan bakal calon presiden dan calon wakil presiden yang bakal diusung dalam pemilihan presiden (Pilpres).

Menurut pengamat politik dari CSIS (Centre for Strategic and International Studies) Indonesia, Arya Fernandes, PAN, Golkar, dan PPP mempunyai sejumlah keuntungan dengan bergerak cepat membentuk koalisi Indonesia Bersatu.

Arya menilai pembentukan koalisi menunjukkan tren politik saat ini sudah harus berubah.

Baca juga: Pengamat Sebut Koalisi Indonesia Bersatu Bisa Bikin Masyarakat Tak Pilih Kucing Dalam Karung

"Memang saya kira tren politik kita kedepan harus berubah dan saya kira penting bagi partai-partai untuk menggagas koalisi lebih awal," kata Arya, dikutip dari tayangan Kompas TV, Kamis (19/5/2022).

Menurut Arya, keuntungan yang pertama bagi ketiga partai itu dengan membentuk koalisi secepat mungkin adalah mereka memiliki banyak waktu untuk melakukan konsolidasi.

"Pertama agar partai memiliki banyak waktu untuk sama-sama membicarakan platform politik apa yang akan mereka bangun dan perjuangkan agar koalisi tersebut mememangkan pemilihan presiden," ujar Arya.

Alasan kedua, kata Arya, pembentukan koalisi yang lebih awal ini justru menguntungkan calon pemilih. Sebab menurut dia, para pemilih bisa mengikuti rekam jejak dari para bakal calon presiden dan calon wakil presiden yang dibidik untuk diusung.

Baca juga: Golkar Sebut Koalisi Indonesia Bersatu Terbuka bagi Partai Lain

"Kedua, dari sisi pemilih penting untuk melihat bagaimana track record, kredibilitas, dan kompetensi yang akan diusung oleh koalisi tersebut. Sehingga pemilih punyak banyak waktu untuk menentukan seleksi bakal calon presiden," ujar Arya.

"Selama ini kan trend-nya koalisi itu di akhir jelang pendaftaran, apa yang dilakukan Golkar cs ini adalah langkah bagus untuk memberikan satu model baru pembentukan koalisi di Indonesia," tambah Arya.

Terakhir, Arya menyebut pembentukan koalisi yang lebih awal juga penting untuk memberikan banyak waktu mendekati atau memobilisasi para pemilih.

Baca juga: Tanggapi Koalisi Indonesia Bersatu, Nasdem: Makin Baik Untuk Indonesia

"Karena kalau partai-partau belum memberikan kepastian, maka calon-calon presiden dan wakil presiden ini akhirnya menunda untuk memberikan mobilisasi kepada masyarakat," ucap Arya.

Jumlah kumulatif perolehan kursi Golkar, PAN, dan PPP di parlemen adalah 26,82 persen. Sementara, berdasarkan suara nasional, koalisi ini mendapatkan 23,93 persen. Angka tersebut memenuhi ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum yakni minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada Pemilihan Legislatif sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com