Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Menakar Arah Koalisi Indonesia Bersatu dari Sisi Kepentingan Airlangga Hartarto

Kompas.com - 19/05/2022, 11:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PETA politik Indonesia sontak berubah setelah Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggaungkan pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Adanya arahan Istana hingga persiapan menuju gelaran Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 menjadi spekulasi yang banyak disebut sebagai alasan pembentukan koalisi itu.

Mereka yang berasumsi KIB representasi politik Istana, menyandarkan pada masih terbukanya kemungkinan melakukan amandemen UUD 1945 dengan hidden agenda mengubah Pasal 7 tentang masa jabatan presiden. Hal ini tidak terlepas dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih memilih menggunakan frasa “tunduk pada konstitusi” daripada tegas menolak wacana presiden tiga periode.

Sebab “tunduk pada konstitusi” berarti mengikuti apa yang tertulis dan diperintah dalam konstitusi. Jika konstitusi memperbolehkan presiden tiga periode, logika politiknya, Jokowi pun akan tunduk dan patuh.

Baca juga: Airlangga Sebut Koalisi Indonesia Bersatu Penuhi Syarat Ajukan Capres

 

Sementara bagi yang berspekulasi KIB sebagai perahu yang dipersiapkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto untuk kepentingan Pilpres 2024, sepertinya menafikan konstelasi politik saat ini. Airlangga belum menjadi calon presiden potensial sekalipun balihonya sudah terpasang di mana-mana.

Dukungan Airlangga terhadap penundaan pemilu dengan mewacanakan konsensus antar ketua-ketua umum partai, membuktikan hal itu. Jika “barang itu sudah jadi” tentu Airlangga akan bersikap sebaliknya. Terlebih, jika mau mengulik sedikit ke belakang, di mana posisi Airlangga tidaklah “baik-baik saja”. Bukan hanya di Golkar, tetapi juga di kabinet.

Posisi Airlangga terancam

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid sempat membenarkan adanya gejolak internal untuk mengkudeta Airlangga dari kursi ketua umum (ketum). Sulit untuk menyebut lontaran itu sebagai gimmick karena taruhannya terlalu mahal.

Jangan abaikan, isu keretakan di tubuh Golkar bisa berimbas pada posisi tawar Airlangga terhadap koalisi pemerintah. Sangat mungkin ada pihak-pihak yang akan menyandera keretakan itu untuk memaksa Airlangga menjadi penabuh genderang kepentingan koalisi pro-penundaan pemilu seperti diasumsikan mereka yang melihat kehadiran KIB sebagai skenario Istana.

Jika Airlangga menolak, pihak eksternal tidak akan menyokong manakala benar-benar terjadi goncangan di tubuh Golkar. Atau yang paling parah, ikut menjadi pendorongnya.

Oleh karenanya, kita meyakini isu kudeta di tubuh Golkar murni letupan ketidakpuasan sejumlah kader atas dua hal. Pertama, keikutsertaan Airlangga dalam guliran wacana penundaan pemilu yang terbukti mendapat penolakan secara luas. Pemilih kritis akan menjadikan poin ini sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan suara di Pemilu 2024. Kedua, Golkar seolah sudah di-fait accompli sebagai milik Airlangga sehingga mematikan kemungkinan aspirasi berbeda.

Sementara, dalam berbagai survei, elektabilitas Airlangga tidak juga beranjak dari kisaran satu persen. Jauh di bawah nama-nama yang tidak memiliki syarat dasar yakni partai politik, untuk mengikuti pilpres.

Baca juga: Pengamat Sebut Koalisi Indonesia Bersatu Bisa Bikin Masyarakat Tak Pilih Kucing Dalam Karung

 

Dorongan untuk mencairkan calon presiden yang akan diusung menjadi wajar mengingat Golkar belum pernah berkuasa sejak Soeharto lengser. Keberadaan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono maupun Jokowi, tidak memberi dampak siginifikan yang dibuktikan pada kegagalan Golkar memenangi pemilu sejak 2009.

Posisi Airlangga di kabinet Jokowi-Ma'ruf juga tidak sedang baik-baik saja. Desakan agar Presiden Jokowi segera melakukan reshufle kabinet, mengerucut pada posisi-posisi yang berkaitan dengan bidang ekonomi yang berada di bawah Kemenko Perekonomian pimpin Airlangga. Menurunnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi, didominasi isu kegagalan pemerintah mengatasi persoalan ekonomi seperti dalam kasus minyak goreng.

Bukan tidak mungkin, dengan sedikit “sentuhan” Airlangga akan diposisikan sebagai pihak paling bertanggungjawab atas kegagalan pemerintah mengatasi masalah ekonomi. Kader-kader Golkar yang sudah membaca kecenderungan saat ini tentu tidak ingin partainya menjadi bumper. Terlebih Pemilu 2024 kurang dari 2 tahun. Tidak cukup waktu untuk melakukan rebranding jika hal itu benar-benar terjadi.

Unjuk kekuatan Airlangga

 

Dari sini kita bisa menelisik kehadiran KIB secara lebih luas. Koalisi ini jauh dari arahan Istana sekaligus juga bukan perahu Airlangga untuk Pilpres 2024, melainkan sekedar unjuk kekuatan politik seorang Airlangga untuk mengamankan posisinya di partai dan kabinet.

KIB akan rontok dengan sendirinya setelah adanya reshufle kabinet. Terlebih jika Airlangga mampu memaksimalkan KIB untuk mengamankan posisinya dan keluar dari tekanan opini yang dibangun lawan-lawannya atas kegagagalan pemerintah di bidang ekonomi, sementara PAN gagal mendapat kursi kabinet dan PPP tidak mendapat tambahan “kue”.

Terlepas motivasinya, kehadiran KIB tetap menarik dalam konteks penjajakan koalisi sekaligus celah bagi partai lain untuk memetakan arah politik ke depan. Misal untuk membendung terbentuknya Poros Islam seperti yang pernah diwacanakan sejumlah pihak. Sebab jika PAN dan PPP bisa ditarik Golkar maka hanya tersisa PKB (10,09 persen suara nasional, 58 kursi DPR) dan PKS (8,7 persen, 50 kursi). Gabungan kedua partai tidak cukup untuk merangkai satu perahu baik menggunakan 20 persen kursi DPR maupun 25 persen perolehan suara nasional Pemilu 2019.

Kehadiran KIB juga bisa menginspirasi partai-partai lain untuk mempercepat proses koalisi. Tentu akan menjadi hal positif bagi pendidikan politik masyarakat karena memiliki waktu yang lebih panjang untuk melihat dan menilai jagoan-jagoan yang diusung pada Pilpres 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com