Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Desak Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Dihentikan

Kompas.com - 10/04/2022, 10:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah dan DPR RI menghentikan semua proses perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) yang saat ini tengah bergulir.

Pasalnya, perubahan ini ditengarai sebagai upaya menyiasati UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Siasat ini untuk memberikan justifikasi terhadap UU Ciptaker. Dalam hal ini, pemerintah dan DPR kembali bertindak di luar aturan main negara hukum di mana putusan MK bersifat mengikat semua orang (erga omnes) khususnya bagi pemerintah," ujar YLBHI dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Minggu (10/4/2022).

Baca juga: Ini 15 Substansi Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

YLBHI menilai, pemerintah dan DPR seharusnya menyesuaikan metode penyusunan UU Ciptaker dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan sebaliknya.

Keduanya semestinya juga mematuhi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 untuk melakukan perbaikan terhadap UU Ciptaker dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara sungguh-sungguh.

Meskipun revisi UU P3 tidak akan mengubah keadaan inkonstitusionalitas bersyarat UU Ciptaker, tetapi revisi ini dianggap membuka pintu bagi lahirnya beleid-beleid bermasalah seperti UU Ciptaker di masa depan.

"Revisi UU P3 tidak seharusnya dilakukan secara sporadis dan tergesa-gesa hanya karena ingin memberi justifikasi terhadap UU Ciptaker, karena proses revisi ini akan mengulangi/menyerupai kesalahan yang sama dengan proses penyusunan UU Ciptaker dan revisi UU KPK yang mencederai partisipasi masyarakat," ungkap YLBHI.

Baca juga: Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dimulai, Akan Jadi Dasar Perbaikan UU Cipta Kerja

"Selain itu, revisi terbatas UU P3 yang masuk melalui jalur Non-Prolegnas/Daftar Kumulatif Terbuka sangat membahayakan sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia, karena semestinya dibuat secara hati-hati dengan semangat perbaikan sistem peraturan perundang-undangan," tambahnya.

Pada 7 April 2022, Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat kerja bersama Pemerintah, membahas rencana perubahan kedua atas UU P3.

Badan Legislasi DPR RI menargetkan pembahasan revisi UU P3 selesai sebelum masa persidangan DPR saat ini berakhir, 14 April 2022.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com