Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Dikritik karena Lambat Usut Anggotanya yang Diduga Terlibat Kasus Kerangkeng Manusia di Langkat

Kompas.com - 07/04/2022, 06:26 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengkritik kepolisian yang tak transparan terkait dugaan keterlibatan anggotanya dalam kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyebutkan, sedikitnya ada tujuh tentara dan lima polisi aktif yang terlibat dalam pusaran kasus itu, selain 17 orang sipil yang sembilan di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Proses (pengusutan) di TNI berjalan, walaupun memang belum ada penetapan tersangka, (berdasarkan) informasi yang kami peroleh soal perjalanan proses di TNI. Yang masih abu-abu itu proses di kepolisian," kata Edwin kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Baca juga: Fakta Baru Kasus Kerangkeng Manusia, Bupati Nonaktif Langkat Jadi Tersangka dan Dijerat Pasal Berlapis

Pernyataan normatif Polri

Hingga saat ini, Polri tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang jelas untuk menjawab dugaan keterlibatan anggotanya dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat. Kepala Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, hanya mengeklaim bahwa pihaknya akan menindaklanjuti jika betul ada polisi aktif di dalam pusaran perkara tersebut.

"Apabila ada bukti-bukti baru terkait masalah keterlibatan seorang, tidak melihat profesinya, penyidik pasti melakukan tindakan, tapi sesuai fakta hukum yang dimiliki," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin lalu.

Ia menambahkan, penyidikan di Polda Sumatera Utara (Sumut) juga dilaporkan dan diawasi langsung oleh Bareskrim.

"Dalam proses penyidikan Bareskrim melakukan quality control, quality assurance bahwa proses penyidikan harus betul-betul berjalan sesuai mekanisme hukum yang berlaku," ucap Dedi.

Lebih lanjut, Dedi mengatakan, penyidik Polda Sumut tidak akan sewenang-wenang menangani kasus itu.

Dengarkan suara korban

Edwin mendesak kepolisian supaya tidak mengelak terhadap dugaan keterlibatan anggotanya dalam kasus itu. Ia berharap kepolisian menilai dugaan keterlibatan anggotanya secara objektif, alih-alih hanya mengandalkan pengakuan pelaku.

"Polri wujudkan saja visi-misi presisi seperti apa dalam kasus itu. Yang didengar itu suara pelaku atau suara korban?" ujar Edwin.

"Kalau kita jadi jubirnya pelaku, kita akan bilang dia cuma cuci mobil atau karena dia ajudan. Jadi, versi yang didengar dan dirujuk suara korban atau pelaku? Itu saja. Ini tempatnya jelas masih ada, saksi korban banyak sekali," sambungnya.

Menurut Edwin, keterlibatan polisi dan tentara aktif dalam perkara ini cukup jelas. Keterlibatan itu bahkan diduga bersifat keterlibatan langsung dalam eksploitasi hingga kekerasan-kekerasan yang terjadi di sana.

Baca juga: LPSK Bandingkan Penanganan Kasus Kerangkeng Manusia dengan Investasi Ilegal: Kalau Tidak Mampu Serahkan ke Bareskrim

Para penghuni kerangkeng manusia itu tidak hanya dianiaya, tetapi juga diperlakuan sebagai budak. Mereka misalnya "dipekerjakan" sebagai pekerja kebun sawit yang letaknya tak jauh dari lokasi kerangkeng tersebut.

"Mereka ada yang langsung melakukan penganiayaan, menjadi tim pemburu para penghuni kerangkeng yang kabur," kata Edwin.

"Mereka bekerja untuk TRP (Terbit Rencana Perangin-angin). Apakah komandannya tahu atau tidak, kita tidak tahu," imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com