Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Panja Sebut Hukum Acara di RUU TPKS Bisa Dipakai untuk Kasus Pemerkosaan

Kompas.com - 06/04/2022, 11:39 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menyatakan, hukum acara yang tertuang di RUU TPKS dapat digunakan untuk penanganan kasus kekerasan seksual yang ketentuan pidananya tak diatur di RUU tersebut.

Sejumlah bentuk kekerasan seksual yang ketentuan pidananya tak diatur dalam RUU TPKS antara lain pemerkosaan, pemaksaan aborsi, tindak pidana perdagangan orang, dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Yang menjadi keunggulan dari RUU TPKS ini adalah dia punya hukum acara sendiri. Jadi, jenis-jenis KS (kekerasan seksual) yang tidak termaktub di dalam TPKS ini secara eksplisit, dia bisa merujuk ke sini," kata Willy di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Baca juga: Pertaruhan RUU TPKS di Senayan, Pertaruhkan Nasib Korban Pemerkosaan?

Hal ini disampaikan Willy menyusul munculnya aspirasi agar ketentuan pidana mengenai pemerkosaan dimasukkan dalam RUU TPKS.

Ia pun kembali menjelaskan, ketentuan mengenai pemerkosaan tidak masuk ke RUU TPKS karena hal itu sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Begitu pula dengan ketentuan mengenai aborsi yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan.

"Kita tidak ingin satu norma hukum diatur dalam dua undang-undang, akan terjadi overlapping," ujar politikus Partai Nasdem tersebut.

Menurut Willy, hal ini harus dipahami oleh semua pihak bahwa tidak semua hal dapat digeneralisasi masuk ke dalam RUU TPKS.

Baca juga: Baleg DPR Jadwalkan Rapat Pleno RUU TPKS Siang Ini

"Kita yang harus memberi pemahaman kepada teman-teman bahwa nomenklatur itu, norma itu sudah ada di dalam undang-undang yang lain. Tentu tidak suatu hal yang terpisah, tapi satu hal yang saling menguatkan satu sama lain," kata Willy.

Diberitakan sebelumnya, Komnas Perempuan menyayangkan tidak diaturnya pemerkosaan sebagai jenis kekerasan seksual dalam RUU TPKS.

Menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, tidak diaturnya pemerkosaan merupakan sebuah kemunduran.

Pasalnya, pemerkosaan merupakan salah faktor dilahirkannya RUU TPKS sebagai sebuah peraturan khusus.

"Sejarahnya adalah memperjuangkan bagaimana perempuan korban pemerkosaan, atau disebut korban pencabulan, atau kadang-kadang (disebut) pelecehan seksual, ini bisa dengan lebih baik mendapatkan akses keadilan dan pemulihannya," jelas Andy dalam diskusi virtual, Selasa (5/4/2022).

Baca juga: DPR Didesak Tetap Atur Pemerkosaan di RUU TPKS

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan yang dihimpun dari 129 lembaga layanan, pemerkosaan, termasuk di dalamnya pemerkosaan dalam pernikahan dan dalam hubungan keluarga, mendominasi laporan kekerasan seksual dengan porsi 68 persen.

Sementara itu dalam ranah publik, lembaga-lembaga layanan mencatat terjadinya 459 kasus perkosaan sepanjang tahun 2021.

"Tidak dengan maksud mengecilkan upaya yang dilakukan, khususnya pihak DPR, Baleg di bawah kepemimpinan Mas Willy (Aditya, Ketua Panja RUU TPKS), tetapi dengan meninggalkan peraturan tentang pemaksaan hubungan seksual, kita akan kehilangan satu bagian dari roh awal undang-undang ini ada," jelas Andy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com