Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerkosaan Tak Masuk RUU TPKS, Pemulihan Korban Dinilai Jadi Taruhan

Kompas.com - 05/04/2022, 19:13 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Korban pemerkosaan dinilai akan jadi pihak yang paling terdampak dari langkah pemerintah dan DPR menghapus tindak pidana pemerkosaan dari jenis kekerasan seksual dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat tidak memasukkan pemerkosaan dalam RUU TPKS karena dianggap bakal tumpang tindih dengan ketentuan soal pemerkosaan di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang direvisi.

"Persoalannya sekarang, kalau RUU KUHP-nya belum berhasil direvisi, waktu tunggu sampai RUU KUHP dibetulkan bisa menjadi ruang kerugian khususnya bagi perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual," kata Ketua Komnas Perempuan Andi Yentriyani dalam diskusi virtual, Selasa (5/4/2022).

Baca juga: Rapat Pleno RUU TPKS Diundur Jadi Rabu Besok

Andi menilai, selama KUHP masih direvisi, maka akan terjadi kegamangan proses hukum bagi korban pemerkosaan jika "pemerkosaan" tidak diakomodasi dalam UU TPKS kelak.

Pendapat senada dilontarkan Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nur Syamsi.

Ia khawatir, UU TPKS terbit tanpa mengakomodasi "pemerkosaan", sementara KUHP yang direncanakan bakal mengatur soal "pemerkosaan" masih dalam proses revisi yang tak berkesudahan.

Fajri membandingkan RUU TPKS dengan RUU Penyandang Disabilitas 5 tahun lalu.

"Saat itu, ada pasal dalam RUU yang mengatur pertanggungjawaban dan pengurangan pidana berdasarkan penilaian personal, bukan status disabilitas," ungkapnya.

"Pasal itu ditolak masuk UU Penyandang Disabilitas karena dianggap akan diatur dalam RKUHP. Hasilnya, hal itu tidak masuk dalam UU Penyandang Disabilitas, sementara RKUHP tidak kunjung selesai pembahasannya," jelas Fajri.

Kegamangan proses hukum yang bakal merampas hak korban pemerkosaan juga diamini dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Wiyati Eddyono.

Ia menyoroti berbedanya acara pidana jika pemerkosaan diatur dalam KUHP yang notabene ketentuan umum, dengan pemerkosaan jika diatur dalam UU TPKS sebagai ketentuan khusus (lex specialis).

Baca juga: Komnas Perempuan Anggap Dihapusnya Pemerkosaan dari RUU TPKS sebagai Kemunduran

Padahal, RUU TPKS dirancang juga mengatur secara khusus pemulihan dan perlindungan korban kekerasan seksual yang tidak dapat disamakan dengan korban tindak pidana lain.

"Kalau dia (pemerkosaan) berlaku umum dalam KUHP, maka hukum acaranya pakai hukum acara umum (KUHAP). Ini yang jadi problem," ujar Sri.

"Memakai KUHAP ini menjadi pertanyaan, nanti berarti diskriminatif dong antara korban kekerasan seksual lain dengan (korban) pemerkosaan?" lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com