MINGGU 22 Januari 2022, Presiden RI ke-5 (23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004), Megawati Soekarnoputri merayakan ulang tahun ke-75.
Satu hari sebelumnya, saya bersama teman-teman dari kelompok pusat kajian Hang Lekir, bertemu dengan Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla di kediamannya di Kebayoran Baru Jakarta. Pak JK sedikit menyinggung nama Megawati.
Sebelum menuliskan lebih lanjut apa yang dikatakan JK tentang Mega, saya mengemukakan dulu sekelumit sosok Mega.
Saya pilih apa yang pernah ditulis oleh budayawan Garin Nugroho dalam bukunya berjudul “Negara Melodrama” terbitan 2019.
Di bawah subjudul “Megawati Itu Lucu” (halaman 79). Judul ini saya ubah jadi “Megawati itu jenaka dan membentak” untuk judul tulisan saya.
Alkisah, kata Garin, ketika merayakan ulang tahunnya di Semarang, Jawa Tengah, Mega naik beca.
Sang pengemudi beca, berperawakan pendek dan kurus, sementara beca di Semarang besar dan tinggi.
Ketika mengayuh beca, kaki tukang beca hanya bisa menyentuh pedal pengayuh.
Sementara suasana hiruk pikuk massa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menyambut Mega dengan pekik “merdeka”.
Pekikan membahana. Bapak tukang beca yang simpatisan PDI Perjuangan ikut mengacungkan tangan ke atas seraya berteriak “merdeka, merdeka”, berganti tangan kanan dan kiri, melepaskan kemudi sambil terus mengayuh becanya.
Alhasil, beca yang ditumpangi Megawati berjalan serong ke kanan dan ke kiri, seperti beca mabuk.
Megawati minta sang pengemudi beca untuk tidak usah mengancungkan tangannya dan melepaskan kemudi becanya.
Tapi si tukang beca malah menegur dan menasehati Megawati tentang semangat kemerdekaan ala Bung Karno, sambil terus mengayuhkan becanya dengan mengacung-acungkan tangan ke atas dan berteriak “merdeka, merdeka”.
Becak terus melaju serong kanan-kiri. Tentu Megawati panik dan ketakutan.
Hal ini dikisahkan kepada Garin ketika Megawati menjabat Wakil Presiden RI. Ini sisi humanis Mega.