JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan fatalitas atau risiko mengalami gejala berat hingga kematian akibat tertular Covid-19 varian Omicron tak hanya mengancam lansia dan orang dengan komorbid saja, namun juga anak-anak.
Dicky pun menegaskan, sejatinya varian Omicron sama bahanya dengan varian lain yang lebih dahulu ada, seperti Delta dan Alpha, atau bahkan virus asli yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019 lalu.
"Di mana dia memang akan lebih banyak berisiko pada orang yang punya komorbid atau lansia, atau belum divaksinasi lebih mungkin mengalami fatalitas atau meninggal. Dan antara lain sekarang ini kita baru melihatnya pada lansia, nanti kalau kita tidak cepat melakukan mitigasi, kematian pada anak akan terjadi," kata Dicky ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (23/1/2022).
Baca juga: 2 Pasien Omicron Meninggal Dunia, Dinkes DKI: Kita Tidak Boleh Anggap Enteng
"Ini saya sampaikan, artinya kita akan mendapat berita seperti itu sebagaimana terjadi juga di luar negeri atau di negara lain," jelas Dicky.
Berdasarkan data terakhir Kemenkes, total cakupan vaksinasi dosis pertama untuk lansia mencapai 71,29 persen. Sementara, untuk lansia yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua sebesar 46,41 persen dari target sebanyak 21.553.118.
Adapun untuk masyarakat rentan dan umum, total capaian vaksinasi dosis pertama sebanyak 72,16 persen dan vaksinasi dosis kedua sebesar 49,60 persen dari target 141.211.181 penduduk yang divaksinasi.
Di sisi lain, pemerintah sendiri baru saja memulai program vaksinasi anak usia 6-11 tahun.
"Anak-anak dari usia 6 tahun ke atas baru dimulai dan masih banyak yang belum divaksin penuh termasuk untuk anak-anak usia di bawah 6 tahun," kata Dicky.
Untuk itu, ia pun mendorong pemerintah untuk menunda pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen yang saat ini sudah berjalan di berbagai daerah.
Baca juga: 2 Kasus Kematian Pasien Omicron di RI, Tanda Bahaya Untuk Orang Berpenyakit Komorbid
Ia menyarankan, setidaknya PTM bisa ditunda pada akhir Januari ini hingga awal Maret mendatang.
"Itu di masa yang sangat rawan, karena itu periode prediksi masa krisis di Indonesia, Februari-Maret. Mengapa? Karena untuk siswa kita ini, meskipun sudah ada vaksinasi pada siswa, tapi kan ada yang belum divaksinasi, dan saat ini risiko ini cukup berat untuk anak-anak dan terbukti di negara-negara lain data menunjukkan kasus infeksi anak-anak meningkat," jelas Dikcy.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.