Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Siber terhadap Project Multatuli Dikecam, Bentuk Pembungkaman Pers

Kompas.com - 08/10/2021, 09:05 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam peretasan atau serangan siber terhadap situs Projectmultatuli.org.

Serangan tersebut terjadi pada Rabu (6/10/2021) malam, setelah Project Multatuli mengunggah artikel reportase tentang kasus pemerkosaan di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Reportase berjudul Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan menuturkan peristiwa yang dialami Lydia (nama samaran), seorang ibu yang menduga tiga anaknya diperkosa oleh mantan suami pada 2019.

“Website projectmultatuli.org diretas, sepanjang malam itu banyak pembaca mengeluh karena tidak bisa mengakses berita tersebut,” ujar Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung, dalam keterangan tertulis, Kamis (7/10/2021).

Baca juga: AJI Kecam Pelabelan Hoaks terhadap Berita Kasus Kekerasan Seksual di Luwu Timur

Erick menjelaskan, awalnya tim Project Multatuli mengira bahwa situs web tak bisa diakses karena traffic pembaca yang terlalu tinggi. Namun, terkonfirmasi bahwa situs web telah diserang oleh DDoS.

“Serangan bisa dikonfirmasi ketika situs website dibanjiri data yang polanya bukan seperti manusia, ini menyebabkan netizen tidak bisa mengakses laporan yang tayang sejak sore pukul 16.00 WIB,” ucap Erick.

“Serangan ini adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers,” tutur dia.

Selain serangan siber, hasil reportase Project Multatuli juga dituding atau dilabeli hoaks oleh Polres Luwu Timur.

Awalnya, melalui akun Instagram @humasreslutim, Polres Luwu Timur memberikan komentar pada unggahan reportase dugaan kasus pemerkosaan di akun Instagram Project Multatuli, @projectm_org.

Komentar itu kemudian dihapus oleh Project Multatuli karena kepolisian menyebut nama asli dari Lydia.

Tak lama berselang, melalui fitur Instagram stories, Polres Luwu Timur menuding bahwa reportase Project Multatuli adalah hoaks.

Baca juga: AJI: Ada 14 Serangan Digital terhadap Jurnalis dan Media Sepanjang 2020-2021

AJI Indonesia juga bereaksi keras atas tudingan tersebut karena reportase Project Multatuli dilakukan sesuai kaidah jurnalisme.

Klaim hoaks sembarangan pada sebuah berita disebut AJI sebagai tindakan kekerasan pada jurnalis dan dapat dikenai pidana maksimal dua tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta.

Terkait perkara ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyatakan, penyelidikan perkara dugaan pemerkosaan di Luwu Timur masih bisa dilakukan jika ditemukan bukti baru.

Rusdi menjelaskan, perkara itu telah dilaporkan pada tahun 2019 dan ditindaklanjuti oleh Polres Luwu Timur.

Namun, dalam proses penyelidikan, polisi kemudian tidak menemukan cukup alat bukti untuk melanjutkan proses penanganan perkara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com