Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Politik Dinasti sebagai Komorbid Demokrasi

Kompas.com - 16/09/2021, 21:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLITIK dinasti semakin mencemaskan. Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari terkena Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), Senin, 30 Agustus 2021. Bersamaan dengan dia, ditangkap pula suaminya, Hasan Aminuddin, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR.

Hasan tercatat pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo selama dua periode. Pada Pilkada 2013, ia digantikan istrinya, Puput Tantriana Sari.

Kasus ini bukan kali pertama. Indonesian Corruption Watch (ICW) merilis data, setidaknya, sampai Januari 2017 telah ada enam kepala daerah pelaku korupsi yang diketahui berkaitan dengan dinasti politik di daerahnya, yakni: Ratu Atut Chossiyah (Gubernur Banten 2007-2017), Atty Suharti (Walikota Cimahi 2012-2017), Sri Hartini (Bupati Klaten 2016-2021), Yan Anton Ferdian (Bupati Banyuasin 2013-2018), Syaukani Hasan Rais (Bupati Kutai Kertanegara) dan Fuad Amin (Bupatin Bangkalan 2003-2012) .

Dipastikan, ada yang keliru dalam konteks politik dinasti. Politik dinasti sudah berubah menjadi komorbid demokrasi yang jika salah mengobati bisa mematikan. Memusnahkan pelbagai upaya menumbuhkembangkan demokrasi.

Politik dinasti atau dinasti politik merupakan fenomena yang tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang. Di negara maju pun menjadi gejala umum.

Di Amerika Serikat, kita mengenal dinasti John F Kennedy dan dinasti George W Bush. Begitu pula di negara-negara demokratis Asia seperti India, ada dinasti politik Gandhi. Di Filipina, ada dinasti Aquino. Sedangkan di Indonesia, ada dinasti Soekarno.

Memang dalam perspektif politik, dinasti politik mengandung pro-kontra. Bagi yang pro, politik dinasti bukan gejala mengkhawatirkan. Sebab, pengalaman kasus India, dinasti politik terus berjalan namun demokrasinya tetap stabil dan bermutu.

Namun bagi yang kontra, politik dinasti tidak bisa disederhanakan seperti itu. Jika berbagai kebijakan petahana dipenuhi diskresi pada kerabat yang menutup akses sumber daya di luar jaringan kerabat, politik dinasti membahayakan demokrasi yang memuja fairness dalam kompetisi.

Apalagi jika politik dinasti berujung korupsi. Praktis tidak ada toleransi.

Sisi legal politik dinasti

Kebijakan negara (state policy) sendiri sesungguhnya tidak menutup mata akan komorbid demokrasi yang terbentuk di sentra politik dinasti.

UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Pilkada (lazim disebut UU Pilkada 2015) sempat mengatur larangan politik dinasti.

Pada Pasal 7 huruf r beserta penjelasannya memberikan penegasan bahwa calon kepala daerah tidak boleh ada konflik kepentingan dengan petahana.

Namun, sayangnya, ketentuan Pasal 7 huruf r tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang menguji UU Pilkada 2015 terhadap UUD RI Tahun 1945, menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

Sebab dinilai melanggar hak konstitusional warganegara untuk memperoleh hak yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

Tidak heran, Shanti Dwi Kartika menulis, putusan MK di atas dianggap menyuburkan politik dinasti dan melegalkan kerabat petahana dalam pilkada (Shanti Dwi Kartika,2015).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com