Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Politik Dinasti sebagai Komorbid Demokrasi

Kompas.com - 16/09/2021, 21:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Daya rusak politik dinasti akan semakin menakutnya jika berkolaborasi dengan praktik oligarki. Robertus Robert (2020:188) menulis, oligarki memperluas karakter kapital ke dalam politik dan negara. Dengan menginvasi dunia politik, menaklukannya dan mengkloning, dunia politik menjadi dunia bisnis.

Dalam oligarki, diskursus politik secara brutal digantikan transaksi. Politik sama dengan pasar atau market. Dengan itu oligarki memperluas wilayah eksploitasi.

Oligarki mengubah politik sebagai arena perjuangan publik menjadi arena mengejar kepentingan privat. Bahkan, bisa jadi memperdagangkan kuasa publik yang melekat di jabatan publik. Ini tentu merugikan daulat publik.

Tentu perlu pula dilacak dan diteliti, adakah relasi dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kenaikan harta kekayaan pejabat publik di masa pandemi yang cukup besar (mencapai 70,3 persen) di tengah penduduk miskin per Maret 2021—data BPS--mencapai 27,54 juta orang dengan fenomena oligarki?

Apakah kenaikan ini implikasi efektivitas oligarki atau bukan?

Sayangnya temuan KPK dalam konteks Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020 di atas tidak disertai kajian komperhensif faktor penyebab kenaikan tersebut.

Baca juga: Ironi Masa Pandemi, Kekayaan Pejabat Naik di Tengah Bertambahnya Penduduk Miskin

Muhammad Aqil Irham, dalam disertasi yang dibukukan berjudul Demokrasi Muka Dua: Membaca Ulang Pilkada di Indonesia (2016), menemukan gejala, dinasti politik menjadi akar tumbuhnya praktik kolutif dan nepotisme.

Hal ini berkelindan dengan praktik oligarkis kepartaian. Ini merupakan ironi dan paradoks demokrasi di tingkat daerah sebagai bentuk memperebutkan dan mempertahankan kursi kekuasaan, baik di legislatif maupun eksekutif.

Dengan begitu, makna demokrasi terdistorsi. Kekuasaan hanya untuk elite, sementara rakyat hanya menikmati aktivitas mencoblos di bilik suara.

Bagi penulis, politik dinasti tidak sekadar untuk dipahami. Namun harus diatasi dan diantisipasi.

Sayangnya, putusan MK di atas mengabaikan substansi keadilan dalam politik dinasti. Hanya fokus pada hak-hak individu untuk kompetisi dalam pilkada. Luput memperhatikan kesetaraan akses dan kecenderungan praktik korupsi di ekologi dinasti politik.

Hal ini harusnya menjadi bagian dekonstruksi MK sebagai peradilan konstitusional yang bermarwah menjamin konstitusioanalitas dari praktik demokrasi di republik ini.

Masa depan politik dinasti

Penulis sulit membayangkan akan ada jalan mulus membatasi politik dinasti. Sebab, politik dinasti ada di mana mana.

Di tubuh partai. Di birokrasi. Di parlemen. Lalu, sukar pula regulasi menetapkan batasannya. Bukan soal teknik legal semata kendalanya. Namun minimnya political will dari pembentuk hukum itu sendiri.

Sebab, akar dan kormobid demokrasi berupa politik dinasti terdapat pula di tubuh parlemen sehingga konflik kepentingan mengemuka dalam diri lembaga ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Nasional
Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Nasional
Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
'Amicus Curiae' Megawati

"Amicus Curiae" Megawati

Nasional
Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com