Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Bentuk Lagi TPF Kasus Pembunuhan Munir

Kompas.com - 07/09/2021, 11:48 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah diminta membentuk kembali tim pencari fakta (TPF) dalam kasus kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati TPF baru harus bekerja dengan melanjutkan hasil temuan dari TPF lama.

“Setelah bertahun-tahun karena belum (kasus) ini belum tuntas patut dibuat TPF baru agar penyelidikan lebih maju,” terang Asfinawati dalam diskusi virtual yang diadakan Tim Public Virtue Research Institute dan Themis Indonesia, Senin (6/9/2021).

Baca juga: 17 Tahun Kematian Munir: Misteri Tak Kunjung Berjawab yang Terancam Kedaluwarsa

Asfinawati menjelaskan TPF baru penting dibentuk untuk melakukan penyelidikan dari berbagai kejanggalan atas kasus kematian Munir.

Salah satunya adalah meninjau kembali putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus bebas mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono dalam perkara ini.

“Misalnya salah satu tugasnya adalah meninjau ulang putusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan Muchdi Purwoprandjono,” kata dia.

Asfinawati menyebut bahwa temuan TPF lama dapat ditindaklanjuti salah satunya adalah terkait kemungkinan institusi negara yaitu Badan Intelijen Negara (BIN) yang terlibat dalam pembunuhan Munir.

“Jadi hal ini masih bisa ditindaklanjuti baik dengan penegakan hukum atau dengan perbaikan keorganisasiannya. Agar tidak ada lagi lembaga-lembaga di Indonesia yang digunakan untuk kepentingan pribadi,” imbuh dia.

Diketahui hari ini 17 tahun yang lalu aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal dunia di dalam pesawat Garuda Indonesia bernomor GA-974.

Munir meninggal dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda pukul 08.10 waktu setempat.

Dalam penyelidikan diketahui kematian Munir akibat senyawa arsenik yang ada dalam tubuh aktivis HAM itu.

Dalam perkara ini mantan pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan sebagai terpidana pembunuhan munir, ia kemudian menjalani hukuman penjara selama 14 tahun.

Baca juga: Komnas HAM Belum Satu Suara Kasus Munir Masuk Kategori Pelanggaran HAM Berat

Selain itu Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan juga menjadi terpidana dan divonis 1 tahun penjara karena menandatangani surat tugas untuk Pollycarpus untuk melakukan perjalanan bersama pesawat yang membawa Munir, meski status Pollycarpus sedang cuti.

Dalam persidangan Indra membantah terlibat dalam kasus pembunuhan itu, namun dugaan muncul bahwa surat tugas itu dibuat Indra setelah menerima surat dari BIN.

Deputi V Bin Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono juga terseret dalam perkara ini. Muchdi menyerahkan diri sebelum diperiksa oleh kpolisian. Namun dalam persidangan 13 Desember 2008 Muchdi divonis bebas dari segala dakwaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com