Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekapitulasi Suara Berjenjang Pemilu Dinilai Berpotensi Munculkan Ruang Manipulasi

Kompas.com - 28/08/2021, 12:49 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay menilai, rekapitulasi suara dengan model berjenjang lebih memiliki potensi menjadi ruang manipulasi.

Menurut dia, hal tersebut didasari dari pengalaman penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di mana membutuhkan waktu lebih panjang jika rekapitulasi suara dilakukan model berjenjang.

"Pengalaman kita dalam model rekapitulasi hasil bertingkat ini. Selain tentu waktu panjang, itu juga sering menjadi ruang untuk manipulasi. Sulit untuk bisa diidentifikasi permasalahannya," kata Hadar dalam diskusi virtual bertajuk "Bukan E-Voting, tetapi E-Recap", Sabtu (28/8/2021).

Baca juga: Komisioner KPU Baru Nantinya Diharapkan Segera Fokus Susun Regulasi Pemilu

Hadar yang juga peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) itu mengatakan, rekapitulasi suara bertingkat bahkan membutuhkan waktu lamanya hingga satu bulan.

Selain itu, ia berpendapat bahwa setiap ajang pemilu maupun pilkada, ada klaim dari pihak-pihak tertentu yang mengaku suaranya berkurang ratusan bahkan ribuan ketika proses rekapitulasi suara berjenjang.

"Kita sering dengar, lho kenapa ya suara saya kok tahu-tahu berkurang sekian ratus, sekian ribu. Tadinya mereka berpandangan dia punya cukup suara. Tahu-tahu setelah rekap di tingkat kecamatan ini hilang, tingkat kabupaten ini berkurang," ucap Hadar.

Diketahui, dalam rekapitulasi berjenjang dilakukan penghitungan suara mulai dari TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional.

Dia mengatakan, proses rekapitulasi berjenjang yang memakan waktu lama itu dianggap menimbulkan spekulasi.

Dari spekulasi itu, lanjut Hadar, bahkan berujung pada situasi tegang dan menimbulkan konflik setelahnya.

Baca juga: Komisi II DPR: Tahapan Awal Pemilu 2024 Dimulai Januari 2022

Di sisi lain, Hadar juga menyoroti peran media sosial yang kerap digunakan sebagai ruang berbagi informasi.

Namun, media sosial kerap disalahgunakan untuk menyebarkan berita bohong terkait Pemilu termasuk disinformasi.

"Sekarang itu sangat mudah ditimbulkan, dengan adanya media sosial yang sangat banyak dengan bentuk disinformasi elektoral. Jadi ruang terjadinya penyalahgunaan atau manipulasi hasil lebih terbuka, kalau proses rekapitulasinya panjang," nilai Hadar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com