Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI: Presiden Tak Punya Hambatan Hukum Cabut Hasil TWK di KPK

Kompas.com - 12/08/2021, 22:14 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo disebut tak memiliki hambatan secara hukum untuk menghentikan polemik Tes Wawawan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Jokowi sah secara hukum untuk membatalkan atau mencabut aturan terkait alih status pegawai lembaga antirasuah itu.

Alih status pegawai KPK diatur UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. 

"Dalam Pasal 64 Ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan dikatakan, keputusan dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat wewenang, prosedur dan atau substansi," sebut Asfinawati dalam diskusi virtual di YouTube Sahabat Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis (12/8/2021).

Baca juga: 57 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK dan Lapor Covid-19 Raih Tasrif Award 2021

Asfinawati melanjutkan, mestinya temuan Ombudsman RI yang menyatakan bahwa ada maladministrasi dalam proses alih status pegawai KPK sudah cukup menjadi dasar Jokowi mencabut keputusan Pimpinan KPK atas hasil TWK.

"Sebetulnya temuan-temuan Ombudsman kemarin itu sudah cukup untuk dijadikan dasar dan sudah detail sekali. Sudah cukup untuk dilakukan langkah selanjutnya," papar dia.

Ketentuan itu, sambung Asfinawati, juga didukung Pasal 64 Ayat (3) huruf b yang menyatakan bahwa keputusan pencabutan dapat dilakukan oleh atasan pejabat yang menetapkan keputusan.

"Karena KPK sudah menjadi rumpun eksekutif, maka Presiden bisa mengambil tindakan karena dia atasan Pimpinan KPK," terangnya.

Terkait dengan pembatalan suatu kebijakan, Jokowi bisa menggunakan dasar hukum yaitu Pasal 66 UU Administrasi Pemerintahan.

"Jadi lagi-lagi, sebetulnya Presiden tidak punya hambatan dasar hukum sama sekali, dia punya kewenangan bahkan secara langsung. Kenapa? Karena beliau telah menyetujui revisi UU KPK," imbuh Asfinawati.

Diketahui polemik soal TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) masih terus terjadi.

Dampak dari asesmen tes tersebut adalah sebanyak 51 pegawai KPK dinyatakan tak lolos dan dibebastugaskan.

Jokowi hanya satu kali merespons polemik tersebut, yaitu pada 17 Mei 2021.

Kala itu Jokowi menyatakan bahwa dirinya sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa proses peralihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai.

Baca juga: Ombudsman Tetap Lanjutkan Proses Laporan Hasil Pemeriksaan TWK Pegawai KPK

Jokowi juga meminta agar hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos.

Namun pernyataan Jokowi itu tidak berdampak apapun, karena KPK tetap melanjutkan proses alih status pegawainya dengan menggunakan hasil TWK itu.

Saat ini, Pimpinan KPK tengah mengajukan keberatan atas temuan Ombudsman RI yang menyatakan bahwa terdapat maladministrasi pada proses alih status pegawai KPK itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com