Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peraturan MA soal Protokol Persidangan Dinilai Batasi Kerja Jurnalistik

Kompas.com - 06/01/2021, 14:07 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai, Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan yang ditetapkan pada 27 November 2020, membatasi kerja jurnalistik.

Salah satu aturan yang dipersoalkan yakni mengenai pengambilan foto, rekaman audio dan rekaman audiovisual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 4 ayat (6) yang mengatur, pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan.

Baca juga: Peraturan Baru MA: Ambil Foto hingga Rekam Sidang Harus Seizin Hakim

"Karena itu sama saja dengan menghambat kebebasan pers. Kami bisa mengerti bahwa Mahkamah Agung ingin menciptakan ketertiban dan menjaga kewibawaan pengadilan," kata salah satu perwakilan KKJ dari LBH Pers, Ade Wahyudin, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (6/1/2021).

Menurut Ade, niat MA untuk menciptakan ketertiban dan menjaga wibawa pengadilan hendaknya tidak membuat hak wartawan dibatasi.

Sebab, kata dia, hak untuk mendapatkan informasi itu ditetapkan oleh regulasi yang derajatnya lebih tinggi dari peraturan MA, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers, yang berbunyi, 'untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi'," jelasnya.

Baca juga: Aturan Baru MA: Dilarang Pakai Telepon Seluler hingga Wajib Alas Kaki Tertutup Saat Sidang

Selain itu, Ade menambahkan, ancaman pidana melalui kualifikasi tindakan mengambil gambar dan merekam tanpa seizin hakim sebagai penghinaan terhadap pengadilan, akan menambah daftar panjang kasus kriminalisasi pada jurnalis.

"Ancaman pidana ini juga berlebihan karena semestinya dapat dilakukan secara bertahap mulai dari peringatan ringan, sedang hingga berat," tutur Ade.

Padahal, Ade menuturkan, substansi aturan tersebut sama dengan aturan pengambilan foto, rekaman suara, rekaman televisi yang harus seizin Ketua Pengadilan Negeri di Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.

Baca juga: Komite Keselamatan Jurnalis Sebut Peretasan Media Jadi Ancaman Baru

Surat Edaran MA itu mencantumkan ancaman pemidanaan bagi setiap orang yang melanggar tata tertib menghadiri persidangan. Ketentuan tersebut sudah dicabut MA setelah menuai protes dari berbagai kalangan.

Oleh sebab itu, KKJ mendesak MA untuk segera mencabut ketentuan Perma Nomor 5 Tahun 2020.

"Mendesak Mahkamah Agung untuk segera mencabut ketentuan soal pengambilan foto, rekaman audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim," ucap Ade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com