Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penghulu yang 88 Kali Laporkan Gratifikasi Amplop ke KPK

Kompas.com - 09/12/2020, 06:20 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -  Memberikan amplop berisi uang kepada penghulu seolah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan masyarakat Indonesia setiap berlangsungnya acara pernikahan.

Akan tetapi, tradisi itu tak berlaku bagi Budi Ali Hidayat yang sehari-hari bekerja sebagai penghulu di Kantor Urusan Agama kecamatan Cimahi Tengah.

Sebisa mungkin, ia menolak amplop yang diberikan keluarga mempelai. Apabila terpaksa menerima pun, ia langsung melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Banyak sekali ini pak, makanya saya sering lupa, makanya tahu-tahu di sini saja kita laporkan 88, oh banyak sekali ini," kata Budi dalam acara Apresiasi Pelaporan Gratifikasi Tahun 2020 yang diselenggarakan KPK, Selasa (8/12/2020).

Baca juga: Laporkan Gratifikasi, Pegawai KCI, Penghulu, dan Kadis Dapat Penghargaan dari KPK

Budi merupakan satu dari tiga orang yang mendapat penghargaan dari KPK karena dinilai telah menjadi contoh bagi masyarakat dalam melaporkan gratifikasi.

Budi mengakui, kebiasaan memberikan amplop oleh keluarga mempelai kepada para penghulu sudah membudaya.

Tak jarang, anggota keluarga mempelai nekat menaruh amplop di motor yang dikendarai Budi karena ia menolaknya.

"Ketika saya pernah nolak, eh tahu-tahunya itu amplopnya disimpan di motor pak, disimpan di motor. Ketika saya pulang, ada apa ini oh ternyata ada amplop, oh kayaknya (dari) yang tadi dinikahka," ujar Budi.

Ia juga mengaku tidak mudah untuk menolak pemberian amplop. Awalnya, ia pasti akan menolak secara halus agar sang pemberi tidak tersinggung.

"Saya bilangnya begini, 'Pak tolong ini saya sudah digaji oleh pemerintah dan tolong bapak jangan memberikan lagi kepada saya karena setoran ke negara Rp 600.000 itu ada uang pengembalian bagi penghulu itu Rp 250.000 pak, jadi bapak enggak usah kasih amplop lagi'," kata Budi.

Namun, tak jarang hal itu justru direspons oleh sang pemberi dengan galak.

"Sudah dikasih penjelasan begitu, eh tetap (dibilang) 'Bapak ini enggak menghargai saya'. (Amplopnya) sampai pak, dimasukin ke sini (kantong kemeja). Sudah katanya, 'Terima saja, Bapak menolak pemberian Allah'," tutur Budi.

Baca juga: Bawaslu Selidiki Video Timses Paslon Pilkada Bulukumba Bagi-bagi Amplop

Budi mengatakan, ia juga pernah mengalami dikejar-kejar oleh keluarga mempelai sampai ke rumahnya karena menolak amplop.

Dengan terpaksa, uang tersebut akhirnya diberikan kepada sang anak sedangkan Budi menyetor uang penggantinya ke KPK.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, kisah Budi tersebut harus menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia.

Ia menilai, tradisi memberikan amplop bagi penghulu sudah menjadi praktik yang lumrah dilakukan oleh masyarakat.

"Kan sudah kebiasaan umum ini. Sudah nggak ada yang tanya lagi 'memang harus bayar atau enggak', sudah enggak, pokoknya kalau enggak bayar aneh," kata Pahala.

Baca juga: Survei TII: Praktik Gratifikasi Sudah Dianggap Lumrah

Ia pun mengapresiasi konsitensi Budi dalam melaporkan setiap gratifikasi yang ia terima.

"Bukan kita lihat jumlahnya, tapi kita bilang ini individu yang memegang teguh prinsip bahwa saya dibayar negara untuk melayani masyarakat," kata Pahala.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com