JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola mengatakan, praktik pemberian hadiah atau gratifikasi telah dianggap sebagai hal yang wajar oleh masyarakat.
Hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) menunjukkan, tiga dari sepuluh responden pernah memberikan suap saat mengakses layanan publik.
Baca juga: Survei TII: Hanya 50 Persen Responden Menilai Kinerja KPK Cukup Baik
"Sebanyak 3 dari 10 responden dalam GCB 2020 ini mengaku pernah membayar suap ketika mengakses layanan publik," kata Alvin, Kamis (3/12/2020).
"Jadi budaya memberikan hadiah, budaya gratifikasi ini dianggap sebagai hal yang lumrah dan diwajarkan oleh banyak publik di Indonesia," ucapnya.
Alvin menuturkan, alasan memberi suap yang paling banyak diutarakan adalah sebagai tanda terima kasih dengan 35 persen.
Alasan berikutnya, karena diminta membayar biaya tidak resmi sebesar 25 persen dan ditawari agar membayar suap demi proses pelayanan yang lebih cepat sebanyak 21 persen.
Baca juga: Survei TII: Publik Nilai DPR Institusi Paling Korup
Sementara, praktik suap paling banyak dilakukan di layanan kepolisian (41 persen), disusul Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (31 persen), sekolah (22 persen), PLN/PDAM (13 persen), dan rumah sakit (10 persen).
Usia responden yang mengaku memberi suap mayoritas masih berusia muda yakni 18-24 tahun (45 persen) dan 25-34 tahun (30 persen).
Sebanyak 90 persen responden yang pernah menyuap pun mengaku tidak pernah melaporkan praktik suap yang dialaminya.
Baca juga: Firli Bahuri dkk Dapat Rapor Merah dari ICW-TII, Ini Respons KPK
Alvin mengatakan, survei tersebut juga menunjukkan tingkat suap di Indonesia merupakan tertinggi ketiga di antara 17 negara Asia yang disurvei.
Berdasarkan hasil survei, tingkat suap tertinggi di Asia berada di India dengan angka 39 persen, disusul oleh Kamboja (37 persen) dan Indonesia (30 persen).
Adapun survei GCB dilakukan Transparency International Indonesia pada 15 Juni hingga 24 Juli 2020 dengan melibatkan 1.000 responden rumah tangga yang tersebar di 28 provinsi.
Baca juga: Firli Bahuri dkk Dapat Rapor Merah dari ICW dan TII
Wawancara dalam survei ini dilakukan menggunakan metode random digital dialing dengan margin of error kurang lebih 3,1 persen.
Survei GCB juga dilakukan di Jepang, Korea Selatan, Taiwan, China, Mongolia, Nepal, India, Bangladesh, Maladewa, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipinia dan Malaysia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.