Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Ada Pelanggaran Netralitas ASN, Menpan RB Ungkap Praktiknya

Kompas.com - 28/10/2020, 07:01 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyebut, pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) kerap kali terjadi dalam ajang pemilihan, baik Pilkada, Pilpres maupun Pemilu Legislatif.

"Dalam setiap perhelatan pemilu baik itu legislatif, kepala daerah, maupun pemilu presiden kita pasti mencatat bahwa isu netralitas ASN selalu menjadi pembicaraan hangat," kata Tjahjo dalam sebuah webinar yang disiarkan YouTube Kementerian PANRB, Selasa (27/10/2020).

Tjahjo mengungkap, pelanggaran netralitas itu dilakukan melalui sejumlah kegiatan yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori.

Sebelum pelaksanaan Pilkada misalnya, pelanggaran terjadi ketika ASN ikut dalam kegiatan partai politik atau memasang baliho bakal calon kepala daerah.

Baca juga: Menteri PANRB: Banyak ASN Gagal Paham soal Netralitas di Pilkada

Pada tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, ASN kerap kali menghadiri deklarasi bakal calon, atau mengunggah dan membagikan konten dukungan calon di sosial media.

Saat tahap penetapan calon, ASN melanggar netralitas dengan cara ikut kampanye, ikut memfasilitasi kegiatan kampanye atau mengunggah serta membagikan konten tentang kegiatan calon kepala daerah di media sosial.

"Kategori keempat adalah ikut pada tahap penetapan kepala daerah yang terpilih berupa ikut dalam pesta kemenangan kepala daerah terpilih," terang Tjahjo.

Menurut Tjahjo, hasil survei bidang pengkajian dan pengembangan sistem Komisi ASN (KASN) tahun 2018 menemukan bahwa pelanggaran netralitas ASN mayoritas disebabkan karena adanya motif untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan atau proyek (43,4 persen).

Baca juga: Bawaslu: Pelanggaran Netralitas ASN Terbanyak Terjadi di Medsos

Kemudian, disusul adanya hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan calon kepala daerah/presiden dan wakil presiden/anggota legislatif (15,4 persen).

Lalu, masih kurangnya pemahaman ASN terhadap regulasi tentang netralitas (12,1 persen).

Selanjutnya, adanya intervensi atau tekanan dari atasan (7,7 persen), kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral (5,5 persen), adanya anggapan bahwa ketidaknetralan ASN merupakan hal lumrah (4,9 persen), dan lemahnya pemberian sanksi (2,7 persen).

"Salah satu sebab adalah pemberian sanksi yang tidak tegas dan lemah. Maka saya mohon kepada Bawaslu, kepada KASN, mari kita tegakkan sanksi ini secara objektif sesuai aturan perundang-undangan yang ada demi untuk mewujudkan netralitas ASN itu benar-benar terwujud sebagaimana yang dikehendaki oleh kita semuanya," ucap Tjahjo.

Baca juga: Menteri PANRB Tak Sepakat Hak Pilih ASN Dicabut

Tjahjo menyebut, hingga saat ini masih ada ASN yang gagal paham atau salah paradigma terkait pemahaman tentang netralitas ASN.

Banyak ASN yang berdalih bahwa posisi ASN dilematis dan serba salah di gelaran pemilihan.

Padahal, sejumlah undang-undang, salah satunya Pasal 2 huruf f UU Nomor 5 Tahun 2014, telah secara jelas mengatur bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN didasarkan pada asas netralitas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com