JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, 80 persen dana riset di Indonesia masih mengandalkan anggaran pemerintah.
Akibatnya, kegiatan riset di Indonesia akan sangat tergantung pada besar-kecilnya anggaran riset yang dialokasikan pemerintah.
"Kalau nunggu kucuran dana APBN, berarti riset itu adalah kegiatan yang ditentukan oleh APBN. Maksudnya, kalau APBN-nya banyak, risetnya banyak, kalau APBN-nya sedang cekak, nanti risetnya terbatas," kata Bambang dalam acara "Conference on Law and Human Rights" 2020, Senin (26/10/2020).
Baca juga: Dana Riset Indonesia Kalah dari Vietnam dan Filipina
Bambang pun menyebut kegiatan riset hanya dapat berjalan apabila terdapat kucuran dana APBN.
Padahal, menurut Bambang, idealnya kegiatan riset dan inovasi dipelopori oleh kalangan swasta, bukan Pemerintah.
Ia mencontohkan, Korea Selatan yang menjadi contoh terbaik untuk negara berbasis inovasi, 70 persen pengeluaran risetnya berasal dari swasta.
"Kenapa swasta, karena swasta yang butuh untuk melakukan kegiatan riset, untuk apa, untuk produk competitiveness mereka, artinya mereka benar-benar ingin produknya kompetitif," ujar Bambang.
Baca juga: Ristekdikti: 80 Persen Dana Riset Masih Andalkan APBN
Selain ketergantungan pada pemerintah, Bambang juga menyebut dana riset di Indonesia juga terbilang kecil.
Ia mengatakan, rasio belanja penelitian dan pengembangan di Indonesia hanyalah 0,25 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Artinya, bila angka PDB Indonesia sebesar Rp 15-16 ribu triliun, maka belanja riset di Indonesia hanya sebesar Rp 40 triliun.
"Kelihatannya besar, tapi Rp 40 triliun ini untuk semua, untuk seluruh Indonesia, baik Pemerintah maupun swasta, dan nanti kita lihat bahwa itu kalah dari negara lain," kata Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.