JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menyadari Undang-undang (UU) Cipta Kerja tak bisa memuaskan semua pihak.
Hal itu disampaikan Donny menanggapi gelombang penolakan UU Cipta Kerja dari para buruh dan pekerja.
"RUU sudah sudah melalui proses politik yang panjang dengan kekuatan politik yang ada di parlemen juga di pemerintah ya untuk merumuskan yang terbaik, dan tentu saja tidak bisa memuaskan semua pihak," kata Donny saat dihubungi, Rabu (7/10/2020).
Baca juga: Mendagri Sebut UU Cipta Kerja Permudah Izin Usaha di Daerah
Ia mengatakan pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk mengakomodasi kepentingan para buruh dan pekerja.
Kendati demikian, menurut Donny, pemerintah tetap mengakomodasi beberapa aspirasi dari buruh dan pekerja.
Namun, tak semua aspirasi buruh bisa diakomodasi. Donny mengatakan, pemerintah juga harus mengakomodasi pihak lain.
Ia pun mempersilakan para buruh menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila tak sepakat.
"Saya kira wajar saja dalam demokrasi, tapi ini sudah kesepakatan yang paling maksimal yang bisa dicapai untuk kemaslahatan rakyat Indonesia. Apabila ada yang tidak puas, ya jalur konstitusional tersedia, silakan saja. Dan pemerintah sudah bersiap akan hal itu," kata Donny.
Sebelumnya DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Baca juga: Menaker Klaim UU Cipta Kerja Lindungi Pekerja yang Terkena PHK
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
Merespons undang-undang tersebut, berbagai organisasi gerakan rakyat yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan Aliansi-aliansi Daerah menyerukan aksi mogok nasional pada 6, 7, dan 8 Oktober 2020.
Puncaknya, pada 8 Oktober akan digelar aksi besar-besaran di depan gedung DPR RI dan pemerintah daerah masing-masing kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.