JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan Aliansi Akademi, Sulistyowati menilai, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah sangat sangat darurat untuk disahkan.
Hal tersebut dikarenakan masih banyak kekerasan seksual yang dialami para korban, yang terjadi hingga saat ini.
Bahkan, kata dia, Komnas Perempuan mencatat bahwa hingga 2020 terjadi 431.471 kasus kekerasan seksual di 34 provinsi.
"Kekerasan seksual ini sudah darurat. Dari data Komnas Perempuan itu di antaranya ada kekerasan seksual terhadap anak," ujar Sulistyowati dalam diskusi publik tentang RUU PKS yang digelar PDI-P secara daring, Kamis (10/9/2020).
Baca juga: Desakan Pengesahan RUU PKS dan Alotnya Pembahasan di Senayan
Oleh karena itu, kata dia, penting juga bagi para orangtua memperhatikan anak-anaknya agar tidak mengalami hal tersebut.
Bahkan, sejumlah kasus memperlihatkan bahwa pelaku juga berasal dari keluarga dan kerabat.
"Sebanyak 65 persen itu adalah kasus inses. Bayangkan anak-anak mengalami kekerasan seksual dari orang-orang yang dihormati, dicintainya sendiri di rumah, sekolah, bahkan rumah ibadah," kata dia.
Dari penelaahan hukum draf RUU PKS yang telah dilakukannya, disimpulkan bahwa secara filosofis draf tersebut sudah terpenuhi.
Baca juga: Ini Gambaran Perdebatan di DPR sehingga RUU PKS Belum Disahkan
Termasuk juga secara rule of law, telah dapat dipastikan bahwa draf tersebut sudah dibuat dengan cara-cara yang benar.
"Dari sosiologis juga kami melihat angka-angka yang disampaikan Komnas Perempuan, BPS, dan survei Aliansi Akademisi. Kurang bukti apalagi bahwa kita sudah darurat RUU PKS," kata dia.
"Kita butuh hukum untuk mengubah keadaan dari yang tidak baik jadi lebih baik. Kita butuh RUU khusus dan tidak akan ganggu RUU KUHP," ujar Sulistyowati.
Sebelumnya, Aliansi Akademisi telah menggelar survei kepada 2.227 responden yang 40 persen di antaranya adalah anak berusia di bawah 18 tahun dan 60 persen orang dewasa.
Baca juga: Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas 2020 Dinilai sebagai Langkah Mundur
Dari survei tersebut diketahui bahwa 84 persen responden atau temannya pernah mengalami kekerasan seksual.
Kekerasan seksual yang dialami di antaranya 65 persen pelecehan seksual, pelecehan secara online 34,8 persen, percobaan perkosaan 11,3 persen, dan perkosaan 8,7 persen.
Tak hanya itu, sebanyak 88,4 persen responden juga menyebut bahwa hukum Indonesia belum melindungi korban kekerasan seksual.
"Artinya ini legitimasi untuk menyegerakan perundingan agar RUU ini bisa segera disahkan," ucap dia.
Adapun RUU PKS hingga saat ini belum disahkan karena pembahasan yang alot di DPR.
RUU tersebut bahkan dicabut dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.