Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: Wahyu Setiawan Kan Mau "Nyanyi", Tinggal KPK Perbesar Volumenya atau Tidak

Kompas.com - 22/07/2020, 11:09 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Saiful Anam meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan justice collaborator (JC) yang diajukan Wahyu.

Saiful mengatakan, KPK semestinya harus mempertimbangkan pengajuan JC tersebut untuk membuktikan bahwa KPK serius membongkar dugaan-dugaan korupsi yang diketahui Wahyu.

"KPK serius enggak nih, gong sudah diberikan, ini kan mau nyanyi, istilahnya mic sudah diserahkan, tinggal mau enggak KPK memperbesar volume mic-nya," kata Saiful kepada Kompas.com, Rabu (22/7/2020).

Baca juga: Wahyu Setiawan Siap Bongkar Kasus Harun Masiku hingga Kecurangan Pemilu

Menurut Saiful, bila JC yang diajukan Wahyu tidak dipertimbangkan oleh KPK, komtimen KPK justru akan dipertanyakan.

"Kalau tidak diterima, justru ini menjadi bola liar, ada apa ini KPK kok tidak menerima justice collaborator-nya Wahyu?" ujar Saiful.

Saiful pun menilai Wahyu memenuhi syarat untuk menjadi JC karena menurut dia, Wahyu bukan pelaku utama dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu yang menjerat Wahyu.

Saiful juga menyebut Wahyu telah bersikap kooperatif sejak awal penyidikan dengan mengakui penerimaan uang terkait kasus pergantian antarwaktu (PAW) dan seleksi anggota KPU Papua Barat serta mengembalikannya ke KPK.

"Yang mengatakan kenapa tidak dari awal (kooperatif), dia tidak melihat berkas perkara. Kalau melihat berkas perkara saya yakin tidak mengatakan demikian, karena sedari awal itu Wahyu mau mengungkap semua, sekarang kita uji keseriusan KPK," kata Saiful.

Diberitakan sebelumnya, Wahyu mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Saiful mengatakan, kliennya akan membongkar tiga hal bila dikabulkan sebagai JC.

Pertama, dugaan keterlibatan berbagai pihak mulai dari partai, perorangan, lembaga, dan komisioner KPU terkait kasus PAW Harun Masiku.

Kemudian, suap terkait seleksi anggota KPU provinsi Papua Barat yang disebut berasal dari Gubernur Papua Barat serta suap terkait pemilihan anggota KPU di provinsi lainnya.

Ketiga, lanjut Saiful, Wahyu juga ingin membongkar dugaan kecurangan pada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun 2019.

Baca juga: Wahyu Setiawan Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator, KPK Tak Masalah

Adapun kini Wahyu berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024.

Dalam kasus ini, Wahyu bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina didakwa menerima suap sebesar Rp 600 juta dari eks staf Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto bernama Saeful Bahri dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.

Dalam dakwaan dijelaskan bahwa Agustiani menjadi perantara suap antara Harun Masiku dan pihak swasta yang juga kader PDI-P Saeful Bahri.

Uang tersebut diberikan agar Wahyu bisa membujuk Komisioner KPU lainnya dan menerbitkan keputusan hasil pemilu hingga Harun bisa segera menggeser caleg Riezky Aprilia yang memiliki jumlah suara lebih banyak daripada Harun.

Baca juga: Pejabat KPU Dijadwalkan Bersaksi dalam Sidang Wahyu Setiawan

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Di samping itu, Wahyu juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat periode tahun 2020- 2025.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com