Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Ketua MK Hamdan Zoelva Usul Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Kompas.com - 09/06/2020, 19:50 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva mengatakan, pemilihan umum lebih baik diselenggarakan dengan sistem proporsional tertutup karena tidak memakan biaya politik yang besar.

"Ini membawa penyederhanaan biaya luar biasa. Tidak ada lagi pertarungan perseorangan dalam satu dapil, antarinternal partai politik maupun antarpartai politik," kata Hamdan dalam diskusi "Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia", Selasa (9/6/2020).

Baca juga: Fadli Zon: UU Pemilu Jangan Mengakomodasi Kepentingan Jangka Pende

Hamdan menilai, sistem proporsional tertutup setidaknya mengurangi masalah penyelenggaraan pemilu yang kerap dihadapi di Indonesia.

Menurut Hamdan, sistem proporsional terbuka telah menimbulkan "pertarungan bebas"' yang menyebabkan para calon berlomba-lomba mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya demi memenangkan pemilu.

"Dengan kembali pada sistem proporsional tertutup akan mengurangi paling tidak 25 persen problem dalam pemilu bebas dan liberal yang kita laksanakan selama ini," ucap dia. 

Kendati demikian, ia memaklumi sistem proporsional tertutup akan menimbulkan kecurigaan bagi banyak pihak tentang siapa yang diuntungkan atau tidak diuntungkan.

"Seharusnya kita tidak berpikir seperti itu, tetapi berpikir bagaimana cara menurunkan dari cara berpikir para founding fathers kita ke dalam kepentingan bangsa dan negaa jangka panjang di bawah pengayoman nilai Pancasila yang sudah disepakati," ujar Hamdan.

Ia mengatakan, sistem proporsional tertutup akan mengurangi praktik "demokrasi manipulatif" yang mengandalkan kekuasaan dan uang.

Ia pun mendorong agar biaya pemilu dan partai politik dibebankan sepenuhnya kepada negara.

"Untuk mengurangi mutual simbiosis antara modal dan parpol serta politisi. Maka, harusnya dalam menegakkan keadilan sosial dan kebersamaan, biaya pemilu dan biaya parpol lebih bagus dibebankan pada biaya negara," kata dia.

Baca juga: Komisi II: Revisi UU Pemilu Diharapkan Berlaku 15-20 Tahun

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, saat ini pembahasan revisi UU Pemilu masih sangat awal.

Doli mengatakan, draf RUU Pemilu masih disusun untuk kemudian diajukan kepada pimpinan untuk ditetapkan sebagai RUU usul DPR lewat rapat paripurna.

Menurut dia, ingga saat ini setidaknya ada lima isu klasik yang selalu muncul dalam pembahasan RUU Pemilu.

Pertama, yaitu soal sistem pemilu. Beberapa usulan yang mengemuka di Komisi II yaitu agar pemilu tetap dengan sistem proporsional terbuka, tertutup, atau campuran.

"Sistem pemilu, selalu jadi pembahasan yang keputusannya ada di akhir penyelesaian," ucap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com