Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akui Pernah Bertemu Harun Masiku, Ketua KPU: 15 Menit Banyak Ngalor-ngidul

Kompas.com - 04/06/2020, 21:25 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku pernah bertemu dengan eks caleg PDI-P Harun Masiku di Kantor KPU pada September 2019 lalu.

Hal itu disampaikan Arief saat menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dengan terdakwa eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020)

Arief mengatakan, dalam pertemuan tersebut Harun menyampaikan surat dari Mahkamah Agung (MA) soal pencalonannya meski isi pertemuan itu lebih banyak "ngalor-ngidulnya".

"Saat itu cuma menyampaikan ini ada surat dari Mahkamah Agung, surat DPP PDI-P, foto, 15-20 menit sebetulnya banyak ngalor-ngidul-nya," kata Arief, Kamis, seperti dikutip dari ANTARA.

Baca juga: KPK Dinilai Menganggap Remeh Kasus Harun Masiku dan Wahyu Setiawan

Arief menuturkan, putusan MA yang dibawa Harun adalah putusan MA yang menjadi dasar surat DPP PDI-P kepada KPU.

Isi surat itu meminta KPU untuk mengalihkan suara caleg Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia ke Harun.

Arief menambahkan, Harun juga menujukkan foto-foto Harun bersama sejumlah tokoh nasional sambil meminta agar KPU menjalankan putusan MA tersebut.

"Kalimatnya saya tidak ingat, tetapi substansinya mohon segera diproses sebagaimana keputusan MA. Seingat saya dia membawa keputusan MA, surat DPP PDI-P dan beberapa foto dia tunjukkan kepada saya, foto dia dengan orang-orang yang mungkin dekat dengan dia," ujar Arief.

Baca juga: Ada Kemungkinan Harun Masiku Meninggal, Ini Kata KPK

Dalam pembicaraan dengan Harun tersebut, Arief pun bahwa KPU tidak bisa mengabulkan permohonan Harun.

"KPU kalau membuat keputusan itu sesuai dengan aturan yang berlaku dan atas surat pertama sudah kita jawab bahwa kita tidak bisa menindaklanjuti karena tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku lalu Harun Masiku terus pulang," katanya.

Dalam kasus ini, Wahyu bersama Agustiani didakwa menerima suap sebesar Rp 600 juta dari eks staf Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto bernama Saeful Bahri dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.

Baca juga: Alasan Saeful Bantu Harun Masiku Jadi Anggota DPR: Komitmen sebagai Kader PDI-P

Agustiani, dalam surat dakwaan disebutkan, menjadi perantara suap antara Harun Masiku dan pihak swasta yang juga kader PDI-P Saeful Bahri.

Uang tersebut diberikan agar Wahyu bisa membujuk Komisioner KPU lainnya dan menerbitkan keputusan hasil pemilu hingga Harun bisa segera menggeser caleg Riezky Aprilia yang memiliki jumlah suara lebih banyak daripada Harun.

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com