JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menganggap remeh kasus dugaan suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.
Kasus suap tersebut terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan eks caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Kritik tersebut disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
Baca juga: Irwansyah Mengaku Telah Serahkan Sisa Uang Wawan, Rp 50 Juta, ke KPK
Menurut Kurnia, hal itu terlihat dari vonis ringan kepada terdakwa Saeful Bahri yang menjadi salah satu perantara suap Wahyu dan Harun.
Kader PDI Perjuangan itu cuma dihukum 1 tahun 8 bulan penjara oleh majelis hakim.
"Vonis rendah terhadap Saeful Bahri sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menganggap enteng perkara ini," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Kamis (28/5/2020).
Menurut Kurnia, vonis tersebut menjadi bukti bahwa KPK di masa kepemimpinan Firli Bahuri telah melunak pada para koruptor.
Kurnia memberikan sindiran dengan menganalogikan pelunakan itu sebagai era normal baru atau new normal.
"Publik dipaksa berdamai dengan situasi kepemimpinan KPK yang sebenarnya sangat jauh dari kata ideal," ujar dia.
Baca juga: Dewas KPK Tindaklanjuti 183 Permintaan Pemberian Izin Terkait Penindakan
Kurnia mengatakan, pihaknya sudah mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk tidak salah memilih pemimpin KPK.
Sebab, kesalahan itu akan berdampak buruk bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Putusan ini semakin menambah daftar panjang vonis ringan perkara korupsi," ucap Kurnia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.