Hal itu disampaikan Arief saat menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dengan terdakwa eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020)
Arief mengatakan, dalam pertemuan tersebut Harun menyampaikan surat dari Mahkamah Agung (MA) soal pencalonannya meski isi pertemuan itu lebih banyak "ngalor-ngidulnya".
"Saat itu cuma menyampaikan ini ada surat dari Mahkamah Agung, surat DPP PDI-P, foto, 15-20 menit sebetulnya banyak ngalor-ngidul-nya," kata Arief, Kamis, seperti dikutip dari ANTARA.
Arief menuturkan, putusan MA yang dibawa Harun adalah putusan MA yang menjadi dasar surat DPP PDI-P kepada KPU.
Isi surat itu meminta KPU untuk mengalihkan suara caleg Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia ke Harun.
Arief menambahkan, Harun juga menujukkan foto-foto Harun bersama sejumlah tokoh nasional sambil meminta agar KPU menjalankan putusan MA tersebut.
"Kalimatnya saya tidak ingat, tetapi substansinya mohon segera diproses sebagaimana keputusan MA. Seingat saya dia membawa keputusan MA, surat DPP PDI-P dan beberapa foto dia tunjukkan kepada saya, foto dia dengan orang-orang yang mungkin dekat dengan dia," ujar Arief.
Dalam pembicaraan dengan Harun tersebut, Arief pun bahwa KPU tidak bisa mengabulkan permohonan Harun.
"KPU kalau membuat keputusan itu sesuai dengan aturan yang berlaku dan atas surat pertama sudah kita jawab bahwa kita tidak bisa menindaklanjuti karena tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku lalu Harun Masiku terus pulang," katanya.
Dalam kasus ini, Wahyu bersama Agustiani didakwa menerima suap sebesar Rp 600 juta dari eks staf Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto bernama Saeful Bahri dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.
Agustiani, dalam surat dakwaan disebutkan, menjadi perantara suap antara Harun Masiku dan pihak swasta yang juga kader PDI-P Saeful Bahri.
Uang tersebut diberikan agar Wahyu bisa membujuk Komisioner KPU lainnya dan menerbitkan keputusan hasil pemilu hingga Harun bisa segera menggeser caleg Riezky Aprilia yang memiliki jumlah suara lebih banyak daripada Harun.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/04/21251551/akui-pernah-bertemu-harun-masiku-ketua-kpu-15-menit-banyak-ngalor-ngidul