JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memastikan bahwa keberangkatan calon haji Indonesia ke Tanah Suci pada tahun ini dibatalkan. Kebijakan ini diambil guna meminimalisasi potensi penularan virus corona kepada para jemaah haji.
"Keputusan ini saya sampaikan melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/2020 M," kata Menteri Agama Fachrul Razi saat konferensi pers virtual, Selasa (2/6/2020).
"Sesuai amanat undang-undang, selain persyaratan mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan ibadah haji harus dijamin sejak dari embarkasi atau debarkasi dan juga saat di Arab Saudi," imbuh dia.
Baca juga: Pemerintah Batalkan Pemberangkatan Jemaah Haji 2020
Pandemi Covid-19 yang telah melanda Indonesia sejak awal Maret 2020 dan juga semua negara di dunia dinilai telah berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat. Termasuk, dalam hal ini layanan sosial keagamaan di bidang penyelenggaraan ibadah haji.
Sebelum keputusan tersebut diambil, ia menambahkan, Kemenag telah membentuk Pusat Krisis Haji 2020, yang bertugas untuk merancang, menyusun, serta mengoordinasikan seluruh potensi krisis guna memitigasi persoalan pada penyelenggaraan ibadah haji 2020.
"Tim ini telah menyusun dokumen skenario penyelenggaraan ibadah haji yang disusun mengikuti perkembangan dinamika Covid-19, baik di Arab Saudi maupun di Indonesia. Hingga April, ada tiga skenario yang disiapkan," ungkapnya.
Skenario pertama, ibadah haji tetap diselenggarakan sesuai dengan kuota yang diberikan Pemerintah Saudi kepada Pemerintah Indonesia.
Seperti diketahui, Indonesia mendapatkan kuota haji sebanyak 221.000 orang pada tahun ini. Jumlah tersebut terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus.
Baca juga: Pemerintah Diminta Pastikan Calon Jemaah Haji Tidak Rugi karena Batal Berangkat
Skenario kedua, pemberangkatan calon jemaah haji tetap dilaksanakan, tetapi dengan membatasi jumlahnya hingga 50 persen dari total kuota yang diberikan.
Skenario ini diusulkan lantaran perlu adanya pembatasan fisik antarjemaah, baik di asrama, pesawat, area pemondokan, maupun di tempat-tempat ibadah haji dilaksanakan, seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Namun, ada persoalan yang timbul bila skenario ini hendak dilaksanakan, yaitu waktu penyelenggaraan ibadah haji yang jauh lebih lama.
"Sebab, memerlukan waktu karantina 14 hari sebelum keberangkatan, 14 hari setelah tiba di Arab Saudi, dan 14 hari setelah tiba di Tanah Air," kata dia.
"Selain itu, protokol kesehatan juga mewajibkan setiap jemaah untuk memiliki sertifikat bebas Covid-19 dari pihak yang berwenang," sambungnya.
Di sisi lain, hingga Mei 2020, Pemerintah Saudi tidak kunjung memberikan kepastian terkait penyelenggaraan ibadah haji pada tahun ini.
Baca juga: Haji 2020 Dibatalkan, Kemenag Daerah Dibanjiri Pertanyaan hingga Ustaz Terjun Beri Penjelasan
Adapun bila merujuk jadwal yang seharusnya dilaksanakan, kloter pertama jemaah haji seharusnya diberangkatkan pada 26 Juni mendatang.
Persoalan lain yang muncul yaitu Pemerintah Indonesia belum melakukan pembayaran uang muka untuk pelayanan haji di luar negeri seperti akomodasi dan katering. Langkah ini diambil berdasarkan permintaan Pemerintah Saudi dengan pertimbangan keamanan.
Dengan begitu, pemerintah memutuskan untuk menggunakan skenario ketiga, yaitu membatalkan keberangkatan calon jemaah haji ke Tanah Suci.
"Keputusan yang pahit ini kita yakini yang paling tepat dan paling maslahat bagi jemaah dan petugas kita semua. Keputusan pembatalan ibadah haji ini juga sudah berdasarkan pertimbangan yang sangat mendalam karena pandemi Covid-19 melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam jemaah," kata dia.