Hingga keputusan ini diambil, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Nizar mengungkapkan, Pemerintah Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji 2020.
Baca juga: Ibadah Haji 2020 Dibatalkan, Calon Jemaah: Saya Bersyukur Ditunda karena Situasi Seperti Ini
"Pemerintah Arab Saudi sampai saat ini belum memberikan kepastian kapan akan dibukanya akses layanan penyelenggaraan haji 1441 H/2020 M, tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi negara-negara pengirim jemaah haji lainnya,” terang Nizar.
Pemerintah, imbuh dia, juga cukup memahami bila Saudi hingga kini belum membuka akses tersebut. Pasalnya, hingga kini Covid-19 juga masih menjadi pandemi di negara itu.
Melansir data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 6.194.533 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di seluruh dunia hingga 2 Juni 2020. Adapun kematian yang disebabkan oleh penyakit ini mencapai 376.320 kasus.
Sementara itu, di Saudi, saat ini terdapat 87.142 kasus terkonfirmasi positif. Dari jumlah tersebut, 525 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Komunikasi
Tidak adanya kepastian penyelenggaraan haji dari Pemerintah Saudi, diakui Fachrul, membuat pemerintah tidak memiliki waktu yang banyak untuk melakukan seluruh persiapan penyelenggaraan ibadah haji.
Hal itu yang kemudian membuat Kemenag telah berkomunikasi dan berkonsultasi dengan sejumlah pihak untuk mendapatkan masukan sebelum mengambil keputusan penyelenggaraan pada masa pandemi.
Salah satunya yaitu Majelis Keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi VIII DPR.
"Baik melalui komunikasi formal rapat kerja maupun komunikasi informal secara langsung," kata dia.
Ia mengakui, pemerintah cukup sulit dalam mengambil keputusan ini. Sebab, di satu sisi pemerintah telah berupaya untuk menyelenggarakan ibadah haji sebaik mungkin.
Baca juga: Beda Klaim Menag Fachrul Razi dan Komisi VIII Soal Haji 2020
Oleh karena itu, sebelum ada keputusan resmi terkait penyelenggaraan ibadah haji, pemerintah tetap melaksanakan sejumlah tahapan persiapan pelayanan haji.
Mulai dari manasik haji secara daring dan menghimpun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Bipih) dengan tetap menerapkan protokol Covid-19.
"Tapi, di sisi lain kita juga punya tanggung jawab untuk memberikan perlindungan bagi jemaah dan petugas haji," ujarnya.
"Tanggung jawab ini merupakan bagian dari kewajiban negara dalam menjamin keselamatan warganya. Risiko keselamatan dan kemanusiaan menjadi pertimbangan kami di masa pandemi ini," imbuh dia.
Meski begitu, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menyesalkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah tidak melibatkan Komisi VIII.
Ia mengakui bahwa sebelumnya pemerintah telah menjelaskan tiga skenario yang disiapkan terkait penyelenggaraan haji pada tahun ini. Namun, proses pengambilan keputusan seharusnya dibahas bersama DPR di dalam rapat kerja yang akan diselenggarakan pada Kamis (4/6/2020).
"Waktu rapat kerja yang lalu ada keputusan bersama kalau haji ini batal atau tidak batal dan hal-hal lainnya harus diputuskan bersama DPR," kata Yandri ketika dihubungi Kompas.com.