Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sarankan Pemerintah Susun Ulang Omnibus Law Cipta Kerja

Kompas.com - 27/02/2020, 13:26 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyarankan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sebaiknya tidak dibahas lebih lanjut oleh DPR RI.

Menurut dia, RUU tersebut harus dikembalikan ke pemerintah untuk disusun ulang.

"Mendingan menurut saya dibahas ulang, tapi dengan cara-cara yang partisipatif," kata Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Pro Kontra Omnibus Law Cipta Kerja' di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: Ditarget Rampung 100 Hari, Bagaimana Nasib Omnibus Law Cipta Kerja Kini?

Bivitri menilai, ada permasalahan cara pandang pemerintah saat menyusun RUU Cipta Kerja.

Cara pandang yang dimaksud, yakni pemerintah dengan mudah merevisi RUU melalui penggantian kata per kata yang dipermasalahkan masyarakat.

Terlebih lagi, jumlah kluster yang dibahas dalam Omnibus Law Cipta Kerja cukup banyak.

"Kenapa saya mengambil sikap ini? karena narasinya mulai yang 'oh kalau enggak suka pasal 170, delete saja, oh kamu enggak suka pasal sekian 68 misalnya, ayo perubahan kamu apa'," ujar Bivitri.

Ia khawatir apabila pasal bermasalah dengan mudah diubah akan membuat tambal sulam dan implementasi RUU Cipta Kerja menjadi lebih buruk dari yang dicita-citakan.

Baca juga: Pemerintah Segera Sosialisasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja

"Jadi tambal sulam sekali jadi nanti jangan-jangan pas diimplementasikan malah lebih jelek dari yang didesain waktu awal," ungkap Bivitri.

Adapun pada Rabu (12/2/2020), DPR telah menerima draf serta surat presiden (surpres) Omnibus Law Cipta Kerja.

Draf dan surpres diserahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, hingga saat ini DPR belum membahas omnibus law RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Menurut Mahfud MD, Ada 2 Kesalahan di Pasal 170 RUU Cipta Kerja

Itu dilakukan untuk menghindari kegaduhan di masyarakat. Mengingat, terdapat pasal-pasal kontroversial dalam RUU tersebut.

Politikus PDI Perjuangan ini juga memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menyosialisasikan RUU tersebut kepada masyarakat.

"Sehingga nanti kalau sudah masuk pembahasan yang dilakukan oleh DPR, tidak menimbulkan kegaduhan, kecurigaan yang muncul dari masyarakat," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com