Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siauw Giok Tjhan, Penggemar Cerita Detektif yang Ajak Pemuda Tionghoa Dukung Kemerdekaan RI

Kompas.com - 26/01/2020, 06:52 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Siauw Giok Tjhan lahir pada tahun 1914 di Kapasan, sebuah wilayah Pecinan yang terletak di Surabaya, Jawa Timur. Ia merupakan anak dari pasangan Siauw Gwan Swie dan Kwan Tjan Nio.

Siauw Gwan Swie merupakan seorang peranakan. Sedangkan ibunya Siauw Giok Tjhan, merupakan putri dari seorang Totok Hakka.

Berdasarkan catatan Yerry Wiryawan di majalah Basis berjudul "Tiga Menentang Stigma" tahun 2019, Siauw Giok Tjhan dikirim belajar ke Tiong Hoa Hwe Koan pada tahun 1918.

Namun, saat ayah mertua Siauw pulang ke Tiongkok pada tahun 1920, Siauw Giok berpindah sekolah ke sekolah Belanda, Europeesche Lagere School, sekolah dasar Belanda.

"Saat kakek dari pihak ibunya kembali ke Surabaya, dia terkejut mendapatkan cucunya, Siauw Giok Tjhan tidak bisa bahasa Tionghoa. Akibatnya, Siauw dipaksa bekerja di toko kakeknya setelah pulang dari sekolah," kata Yerry dalam catatannya.

Baca juga: Dari Daratan Tiongkok ke Kota Medan, Tjong A Fie Sang Dermawan...

Di sekolah Belanda lah, Siauw Giok gencar mempelajari berbagai bahasa asing, seperti Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda. Kemampuannya dalam berbahasa asing ini dimanfaatkannya membaca cerita-cerita detektif dan roman.

Siauw Giok sangat menggemari berbagai kisah-kisah detektif dan roman dalam bahasa asing yang sudah ia kuasai itu.

Di sela-sela kesehariannya, Siauw Giok juga gemar membaca koran langganan ayahnya, Pewarta Soerabaia dan Sin Tit Po.

Baca juga: Kisah Kim Teng, Penyelundup Senjata Ulung demi Kemerdekaan RI

Seiring perkembangan waktu, saat terjadi depresi ekonomi di sekitar tahun 1920, ayah Siauw Giok bangkrut. Kakeknya pun menjual bisnisnya dan memutuskan kembali ke Tiongkok.

Tahun 1932, dalam waktu yang berdekatan, ayah dan ibunya meninggal dunia pada saat ia masih mengenyam pendidikan di sekolah Belanda. Di usianya yang masih muda, yakni 18 tahun, Siauw Giok sudah yatim piatu dan harus mengurus adiknya.

"Di saat ini pula, Siauw Giok mulai tertarik dengan politik dengan ikut aksi boikot yang dipimpin Liem Koen Hian menentang kesebelasan sepak bola Belanda di Surabaya. Akibat aksinya ini, Siauw diskors dari sekolahnya selama seminggu," tulis Yerry.

Baca juga: Koran Sin Po, Pelopor Istilah Indonesia yang Hilang dari Catatan Sejarah...

Kesadaran politik Siauw semakin meningkat, dia mengagumi sosok Liem Koen Hian dan bergabung dengan media Sin Tit Po. Namun, saat koran Mata Hari berdiri pada tahun 1934 sebagai corong Partai Tionghoa Indonesia (PTI), Siauw memutuskan bergabung dengan koran ini di Semarang.

Tahun 1937, ia kembali ke Surabaya untuk memimpin kantor cabang Mata Hari di sana. Siauw mulai berkenalan dengan aktivis politik Tionghoa yang mendorong minatnya pada Marxisme dan perjuangan anti-fasis.

Tahun 1939, ia menggantikan Kwee Hing Tjiat yang meninggal dunia sebagai editor Mata Hari dan kembali berkantor di Semarang.

Baca juga: Kisah Tony Wen, Kepercayaan Soekarno yang Selundupkan Candu demi Negara

Di Semarang, Siauw Giok menemui perempuan yang kelak menjadi istrinya, Tan Gien Hwa. Tan Gien merupakan putri dari seorang pedagang sukses di Pemalang. Siauw Giok dan Tan Gien memutuskan menikah tahun 1940.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com