Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Menag Lukman Hakim Disebut Ikut Intervensi Seleksi Jabatan, KPK Tunggu Putusan Hakim

Kompas.com - 06/01/2020, 20:39 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi belum bisa memastikan status mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam kasus suap terkait pengisian jabatan yang melibatkan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK masih menunggu putusan hakim terhadap terdakwa Romi sebelum mengembangkan kasus tersebut dan menetapkan status Lukman.

"Tentunya kalau yang demikian itu sesuai dengan cara kerja kita, prosedur di KPK, nanti kan ada putusan majelis hakim yang akan mempertimbangkan segala sesuatu di persidangan," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Senin (6/1/2020).

Baca juga: Jaksa KPK Yakini Romy dan Eks Menag Lukman Hakim Berbagi Peran dalam Intervensi Seleksi Jabatan

Hal itu disampaikan Ali menanggapi pernyataan Jaksa Penuntut Umum KPK yang meyakini Romi dan Lukman berbagi peran dalam mengitervensi seleksi jabatan demi meloloskan Haris Hasanuddin selaku Kakanwil Kemenag Jawa Timur.

Menurut Ali, JPU KPK telah mencatat fakta-fakta persidangan. Namun, ia mengingatkan bahwa pengembangan kasus tersebut harus didasarkan pada putusan hakim.

"Itulah yang menjadi dasar pertimbangan JPU untuk melaporkan ke penyidik ataupun penyelidikan untuk mengembangkan lebih lanjut. Jadi, fakta-fakta itu sudah ada di dalam catatan JPU," ujar Ali.

Baca juga: Eks Menag Lukman Hakim Bantah Perintahkan Pansel Loloskan Haris Hasanuddin dalam Seleksi Jabatan

Adapun dugaan pembagian peran antara Lukman dan Romi diungkap jaksa KPK saat membaca unsur pasal penyertaan, Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dalam surat tuntutan Romy.

Ia merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kemenag Jawa Timur.

"Terdapat kerja sama yang dilakukan antara terdakwa bersama Lukman Hakim Saifuddin. Kerja sama tersebut diwujudkan dengan adanya perbuatan berbagi peran yang dilakukan terdakwa bersama Lukman Hakim Saifuddin. Sehingga terwujudnya suatu delik," kata jaksa Nur Haris Arhadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Baca juga: Jaksa Minta Uang dari Ruang Kerja Lukman Hakim Saifuddin Dirampas Negara

Menurut jaksa, intervensi tersebut dilakukan mengingat Lukman Hakim Saifuddin merupakan pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian di lingkungan Kemenag.

"Intervensi tersebut apabila dihubungkan dengan kedudukan terdakwa sebagai anggota DPR sekaligus ketua partai di mana Lukman Hakim Saifuddin merupakan anggota partai. Sedangkan terdakwa adalah ketua umumnya," kata jaksa.

Atas intervensi Romy tersebut, lanjut jaksa, Lukman Hakim Saifuddin melakukan serangkaian tindakan yang dapat meloloskan dan melantik Haris Hasanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.

Baca juga: Romahurmuziy Mengaku Serahkan Keputusan Calon Kakanwil Kemenag Jatim ke Lukman Hakim

Bahkan untuk menentukan calon yang akan diangkat sebagai calon Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman Hakim Saifuddin sebagaimana bukti rekaman percakapan antara Lukman dengan staf khususnya bernama Gugus Djoko Waskito, meminta persetujuan dari Romy.

Jaksa memandang, baik Romy maupun Lukman Hakim Saifuddin selanjutnya menerima sejumlah uang dari Haris Hasanuddin dalam masa seleksi jabatan tinggi pratama di lingkungan Kemenag.

"Dimana terdakwa menerima uang sejumlah Rp 255 juta dan Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 70 juta yang diterima oleh Lukman Hakim tanggal 1 Maret 2019 sejumlah Rp 50 juta dan tanggal 9 Maret 2019 sejumlah Rp 20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman Hakim Saifuddin," kata jaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com