Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum: Kalau Novel yang Menyidik, 3 Hari Pelakunya Tertangkap

Kompas.com - 04/12/2019, 21:54 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum penyidik KPK Novel Baswedan, M Isnur mengatakan, perkara kliennya yang disiram air keras sebetulnya merupakan perkara yang mudah diungkap tetapi jadi dipersulit.

Menurut dia, apabila Novel sendiri yang menyidik kasus tersebut, dalam tiga hari pelaku penyiraman sudah tertangkap.

"Kalau Novel yang menyidik ini, 3 hari sudah tertangkap pelakunya. Ini perkara yang mudah bagi reserese, tapi kenapa jadi sulit? Tiga tahun tak terungkap," ujar M Isnur saat mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019).

Baca juga: Komnas HAM Berharap Ada Kemajuan dalam Kasus Novel Saat 9 Desember

M Isnur mengatakan, kasus penyiraman Novel saat ini menginjak tiga tahun tetapi belum juga terungkap siapa pelakunya.

Padahal, kata dia, proses-proses secara forensik dan hukum acara pidana sebenarnya mudah dan cepat dilakukan.

Dia pun mengungkapkan beberapa temuan yang diabaikan oleh penyidik kasus penyiraman air keras di depan rumah Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu itu.

Temuan tersebut antara lain rekaman kamera CCTV dengan kualitas gambar yang baik yang ada dis rumah Novel serta cangkir bekas menyiram air keras.

"Ada temuan CCTV yang sangat bagus disamping rumahnya Novel. Kenapa tidak diambil? Itu CCTV berkualitas. Ada cangkir bekas siram air keras Novel. Ketika di lapangan, saksi bilang bahwa cangkir ini ada bekas sidik jarinya tapi sekarang hilang sidik jarinya," kata Isnur.

Baca juga: Kuasa Hukum Minta Laporan Pemantauan Komnas HAM Kasus Novel Dipublikasikan

Hal tersebut, kata dia, dalam laporan pemantauan Komnas HAM, merupakan abuse of process atau penyalahgunaan proses penyidikan atas kasus Novel.

Oleh karena itu, dia pun menduga bahwa laporan Komnas HAM tersebut mengindikasikan adanya pihak yang menghilangkan bukti-bukti tersebut.

Pada kesempatan yang sama, M Isnur meminta Komnas HAM menindaklanjuti laporannya tersebut.

Apalagi, pada 21 Desember 2018, Komnas HAM telah merilis laporan untuk pemantauan atas kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan.

Dalam laporan tersebut, ditemukan banyak hal, terutama adanya abuse of process atau penyalahgunaan dalam proses penyidikan kasus tersebut.

"Atas dasar temuan Komnas HAM itu pada 8 Januari 2019 Pak Kapolri (saat itu) Pak Tito membentuk TGPF, tapi hingga hari ini tim yang dibentuk atas dasar rekomendasi Komnas HAM juga belum berhasil mengungkapkan siapa aktornya, siapa penyerangnya, ini sudah setahun (sejak tim dibentuk)," ucap Isnur.

Baca juga: Ditanya Perkembangan Kasus Novel, Mahfud MD: Tanya ke Polri

Selain sudah setahun lamanya berjalan, kata dia, kerja tim tersebut juga telah melewati tenggat waktu yang diberikan oleh Presiden.

"Minimal yang diungkap pelaku lapangannya. Ditarik siapa yang menyuruhnya. Itu penting. Semua orang yang mendapat penyerangan, dilukai wajib diungkap penyerangnya. Siapa pun. Apalagi Novel yang penyidik KPK yang sedang menyidik perkara-perkara besar," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com