JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memastikan, pihaknya tetap dapat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) meskipun Undang-Undang KPK hasil revisi mulai berlaku.
OTT tetap dapat dilakukan setelah KPK berkomunikasi dengan jajaran internal dan membuat peraturan komisi (teknis) demi menyesuaikan diri dengan UU KPK hasil revisi.
"Misalkan besok ada kasus yang memenuhi penyelidikan matang dan bisa dilakukan OTT, ya bisa saja dilakukan OTT, begitu ya," ujar Agus dalam konferensi pers, Rabu (16/10/2019) malam.
Baca juga: KPK Paparkan Kronologi OTT Wali Kota Medan
Pada Pasal 21 UU KPK lama memuat ketentuan bahwa pimpinan KPK adalah pejabat negara, penyidik dan penuntut umum serta bersifat kolektif kolegial.
Dalam hal ini, lanjut Agus, pimpinan KPK masih berstatus aparat penegak hukum. Oleh sebab itu, ia dapat menyentuh kerja-kerja pro yustisia.
Namun, dalam Pasal 21 UU KPK hasil revisi, pimpinan KPK hanya disebut sebagai pejabat negara dan bersifat kolektif kolegial sehingga dinilai tidak lagi boleh mengerjakan tugas pro yustisia.
Dengan penyesuaian yang telah dilakukan, surat perintah penyidikan sebagai dasar OTT tetap dapat dibahas di tataran pimpinan. Setelah itu, yang menandatangani bukanlah mereka, melainkan deputi penindakan.
Baca juga: 5 Kepala Daerah yang Terjaring OTT KPK dalam 2 Bulan Terakhir
"(Sprindik) itu tetap diekspos di depan pimpinan KPK, baru kemudian deputi penindakan di KPK yang mengeluarkan Sprindiknya. Begitu kira-kira contohnya," ujar Agus.
Di sisi lain, Agus beserta jajaran KPK masih berharap Presiden Joko Widodo bersedia menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi.
"Kami masih berharap, memohon mudah-mudahan Bapak Presiden setelah dilantik memikirkan kembali untuk bersedia menerbitkan Perppu yang sangat diharapkan oleh KPK," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.