Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

KPK is Dead

Kompas.com - 25/09/2019, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENGUTIP judul film Superman is Dead. Sang superhero pemberantasan korupsi di Tanah Air juga telah wafat. KPK is Dead.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Hari ketika Rancangan Undang-Undang atas Perubahan UU KPK disetujui bersama antara Presiden dan DPR adalah hari KPK menjemput ajalnya.

Setelah 17 tahun bertahan dari berbagai jurus serangan dari berbagai arah penjuru mata angin, akhirnya KPK tidak mampu lagi bertahan.

Pada ronde terakhir, ketika DPR berada di ujung masa jabatannya, KPK mendapatkan pukulan upper cut yang mematikan, dan akhirnya knock out, dan sekarang: mati.

Baca juga: JEO-Setelah KPK Dikebiri dan Tak Sakti Lagi...

Bahwasanya KPK pasti mati, sebenarnya adalah hukum alam. Itu menandakan, kekuatan koruptor dan para pendukungnya sedang jauh lebih kuat.

Akhirnya, KPK menyusul para pendahulunya, 12 lembaga antikorupsi yang pernah hidup di Republik dan akhirnya mati di tangan para koruptor.

Kali ini, modus operandinya melalui legislative review, yaitu mengubah atau menghilangkan dasar kewenangan KPK di dalam undang-undangnya, sehingga menjadi lemah, lumpuh, dan akhirnya tiada.

Terencana, sistematis, dan masif

Di dalam sengketa hasil pemilu, ada istilah yang sangat terkenal, yaitu kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematif, dan masif (TSM).

Kali ini strategi itu diterapkan dengan efektif kepada KPK. Pembunuhannya dilakukan secara TSM: terencana, sistematis, dan masif.

Hasilnya, tidak hanya KPK yang ditiadakan tetapi agenda pemberantasan korupsi pun berada di ujung jurang kematian.

Baca juga: Korban Mahasiswa Berjatuhan, Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK

Melalui revisi UU-nya, KPK dilumpuhkan. Jika saja tidak ditunda oleh Presiden Jokowi, korupsi dijadikan pidana biasa melalui pengesahan RUU KUHP, hukumannya diperingan melalui RUU Pemasyarakatan—napi korupsi akan mudah mendapatkan pengurangan hukuman dan pembebasan.

Jika saja ketiga RUU itu disahkan menjadi UU, maka lengkaplah sudah. Yang menangkap dimatikan; kalaupun tertangkap hukumannya akan lebih ringan. Sudah hukumannya lebih ringgan, masih akan dikurangi lagi dengan berbagai obral remisi dan pembebasan bersyarat.

Maka, sebulan setelah hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2019, tepatnya pada 17 September, yaitu pada saat revisi UU KPK disahkan, koruptor tersenyum. Karena, mereka mendapatkan kado kemerdekaan beruntun.

Menjadi tepat beberapa sindiran di media sosial yang menetapkan hari kematian KPK itu sebagai “Hari Kemerdekaan Koruptor Nasional”.

Baca juga: UU KPK Hasil Revisi, Dewan Pengawas Tak Dilarang Jadi Komisaris hingga Boleh Bertemu Tersangka

Berbagai RUU yang pada awalnya direncanakan disahkan di hari-hari terakhir masa jabatan parlemen, dengan menafikan penolakan dan masukan publik, dibahas dalam ruang-ruang negosiasi tertutup, menunjukkan ada grand design yang direncanakan dengan matang untuk memporak-porandakan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Argumentasi manipulatif

Saya tidak akan banyak mengulas soal RUU KUHP—yang juga sudah ditunda pengesahannya—karena itu lebih kental dengan hukum pidana.

Izinkan saya membahas lebih rinci kerancuan pikir dalam revisi UU KPK dan RUU Pemasyarakatan. Keduanya menggunakan satu strategi komunikasi yang sama, yaitu manipulatif dan menyesatkan.

Di dalam revisi UU KPK, retorika yang selalu diulang-ulang adalah dengan perubahan UU maka KPK dikuatkan, bukan dilemahkan.

Baca juga: Ini 26 Poin dari UU KPK Hasil Revisi yang Berisiko Melemahkan KPK

 

Faktanya, kasat mata KPK dilumpuhkan dan ditiadakan. Yang dijadikan sasaran tembak untuk dilumpuhkan adalah kelembagaan, kewenangan, dan sumber daya KPK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com