Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Alexander Marwata Sulit Akses BAP dari Penyidiknya Sendiri

Kompas.com - 27/08/2019, 12:36 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peserta seleksi calon pimpinan KPK petahana Alexander Marwata mengungkapkan, betapa berkuasanya penyidik di KPK.

Sampai-sampai seorang pimpinan KPK seperti dirinya saja sulit mengakses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebuah perkara dari tangan penyidik.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 ini saat menjawab pertanyaan Panitia Seleksi capim KPK dalam tes wawancara dan uji publik di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).

"Bayangkan Ibu, ketika saya minta Berita Acara Perkara (BAP) saksi, itu enggak dikasih," ujar Alex.

"Padahal saya ini yang memberikan surat perintah penindakan (sprindik). Tapi, saya minta BAP enggak dikasih, ini rasa-rasanya yang perlu dibenahi," lanjut dia.

Baca juga: Alexander Marwata Beberkan Upaya-upaya Pelemahan KPK

Menurut dia, penyidik atau satuan tugas di KPK sangat bebas. Tidak ada pengawasan dan kontrol kuat terhadap kinerja mereka.

Untuk mengatasi hambatan itu, Alex mengaku, sudah membuat sistem berupa standard operasional prosedur (SOP) agar pimpinan dapat mengakses BAP. Namun, ia mengakui, SOP itu belumlah jadi solusi.

"Ada SOP, tapi kurang detail. Kita sudah bicarakan dengan direktur penyidikan dan penindakan agar SOP dibuat lebih detail lagi. Kembali lagi ya persoalan koordinasi dan supervisi, rasanya harus ada perbaikan," ujar dia.

Hal inilah yang akan diperkuat apabila ia terpilih kembali menjadi salah satu komisioner KPK pada periode 2019-2023.

"Perbaikan KPK ke depannya adalah pengawasan dan kontrol yang saat ini masih kurang. Penyidik atau satgas KPK itu sangat bebas, harus diawasi," ujar Alex. 

 

Kompas TV Koalisi masyarakat sipil mendesak KPK menjelaskan perkembangan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan deputi penindakan Irjen Firli dan deputi pencegahan Pahala Nainggolan. Desakan dilakukan dengan menyerahkan surat besar dan juga raket tenis ke KPK. Di tengah polemik 20 capim KPK koalisi masyarakat sipil mendesak KPK untuk mejelaskan terkait dugaan kode etik yang dilakukan oleh dua pejabat KPK. Salah satu yang dilaporkan Irjen Firli saat ini lolos 20 besar seleksi capim KPK. Menurut pegiat anti korupsi Wana Alamsyah sejak Oktober 2018 hingga kini belum ada kejelasan pelaporan kode etik tersebut. Maka dari itu surat besar dan juga raket tenis diserahkan untuk mendesak KPK segera menjelaskan kepada publik. #KPK #Deputi #PelanggaranEtik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com