Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Nilai Ada Unsur Kelalaian Negara dalam Penangkapan SMB Jambi

Kompas.com - 05/08/2019, 18:57 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnama Sari menilai, ada unsur kelalaian negara dalam kasus penangkapan kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di Jambi, 13 dan 18 Juli 2019 lalu.

Menurut dia, negara lalai merespons cepat situasi yang terjadi. Sebab sebelumnya, sudah ada janji dari pihak tim penyelesaian konflik yang notabene dari pemerintah untuk turun ke lapangan menemui SMB.

"Janji mereka turun ke lapangan pada tanggal 12-13 Juli untuk dialog dengan masyarakat SMB," ujar Era usai audiensi dengan Komnas HAM, di Kantor Komnas HAM, Senin (5/8/2019).

Baca juga: KontraS: Penangkapan Warga SMB oleh Polisi di Jambi seperti Balas Dendam

Kelompok SMB menunggu kedatangan tim tersebut pada tanggal 13 Juli untuk berdialog terkait permasalahan yang terjadi. Namun sangat disayangkan tim tersebut justru tidak datang.

"Dalam situasi konflik, negara tidak boleh memberi janji karena itu bisa memicu situasi jadi tidak kondusif," kata dia.

Lantaran dialog tidak terjadi, maka SMB pun mengutus beberapa orang ke pos perusahaan, yakni Distrik VIII untuk meminta supaya lahan dikosongkan di hari yang sama.

"Waktu itu sudah ada aparat TNI dan mereka (TNI dan Polisi) melarang mereka sampai kemudian ada dugaan ancaman terhadap beberapa orang SMB," kata Era.

"Lalu orang SMB kembali ke posnya mereka dan kembali lagi membawa banyak massa sehingga terjadi penyerangan," lanjut dia.

Baca juga: Ini Respons Komnas HAM soal Dugaan Pelanggaran HAM Warga SMB di Jambi

Atas penyerangan inilah para anggota SMB ditangkap, yakni karena menganiaya personel TNI.

Namun yang menjadi janggal adalah ditangkapnya lagi orang-orang SMB secara besar-besaran, termasuk sang ketua, Muslim pada 18 dan 19 Juli 2019.

Ratusan aparat bahkan dikerahkan untuk menangkap Muslim beserta anggotanya sehingga membuat warga ketakutan.

"Yang pasti di situ ada perempuan dan anak. Diduga di situ juga ada perempuan hamil. Istri Muslim, kabar terakhir sedang hamil ada di dalam (penjara) juga anak kecil 4-5 tahun entah di dalam (penjara) atau dimana karena kami tidak bisa akses ke dalam," kata dia.

Kendati demikian, Era menyebut bahwa detail kejadian pastinya seperti apa, masih menjadi misteri.

Penjelasannya tersebut merupakan hasil dari investigasi dan temuan dari YLBHI sendiri.

Sebabnya adalah karena orang-orang SMB sebagian besar sudah ditangkap polisi.

Baca juga: YLBHI Temukan 5 Dugaan Pelanggaran HAM soal Penangkapan Warga SMB di Jambi

Bahkan para petinggi kelompok tersebut dan masyarakat lainnya juga tetap disisir aparat hingga saat ini sehingga tak ada yang berani bicara.

"Dari informasi yang saya terima, di sana sudah diratakan semua. Jadi ini juga menghilangkan kesempatan tersangka untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, termasuk membunuh karakter SMB itu sendiri," kata dia.

"Terlepas dari apapun, misalnya ada konflik lahan, gesekan dengan kelompok-kelompok lain. Tapi antara tanah dengan apa yang ada di atas tanah itu bisa jadi pemiliknya berbeda," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com