Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK), Sabtu (27/7/2019), menetapkan Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, sebagai tersangka kasus dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kudus.
Tamzil bersama enam orang lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK sehari sebelumnya.
Ini bukan kali pertama Tamzil terjerat korupsi. Sebelumnya, Tamzil pernah menjalani hukuman penjara dalam kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus.
Bupati Kudus periode 2003-2008 ini divonis 1 tahun 10 bulan, dan mendapatkan pembebasan bersyarat pada Desember 2015.
Setelah bebas, Tamzil berlaga pada Pilkada 2018 dan kembali mendapatkan jabatan bupati Kudus untuk periode 2018-2023. Belum genap setahun menjabat, ia kembali dijerat kasus korupsi.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengatakan pihaknya bisa menuntut Tamzil dengan hukuman mati karena sudah pernah dihukum terkait kasus korupsi.
Baca juga: Dua Kali Terjerat Kasus Korupsi, Bupati Kudus Bisa Dituntut Hukuman Mati
Ia mengatakan kemungkinan ini masih dalam pengembangan.
Berdasarkan UU Tipikor, pidana mati dapat dijatuhkan jika tindak korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu (Pasal 2 Ayat 2 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Mengenai keadaan tertentu tersebut, penjelasan pasal demi pasal (Ayat 2 Pasal 2) menyebutkan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Dalam penjelasan tersebut, pengulangan tindak pidana korupsi jelas termasuk dalam keadaan tertentu yang membuat pelaku korupsi bisa dijatuhi hukuman mati.
Pro-kontra diterapkannya hukuman mati bagi Tamzil dan pelaku tindak pidana korupsi lainnya akan dibahas mendalam pada program talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (31/7/2019), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.
Apakah hukuman mati bagi koruptor efektif dalam membawa efek jera?
Perdebatan mengenai hukuman mati bagi koruptor di Indonesia telah berlangsung lama. Meskipun telah dimungkinkan berdasarkan UU Tipikor, namun hukuman mati bagi koruptor belum pernah diterapkan.
Sejauh ini, hukuman mati, bukan hanya bagi koruptor, mendapat penentangan dari kalangan aktivis hak azasi manusia (HAM) yang menilai penerapan hukuman mati adalah bentuk pelanggaran HAM.
Penerapan hukuman mati telah ditolak oleh masyarakat internasional. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1966 telah menetapkan perjanjian atau kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik, yang disebut International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang di dalamnya menghapuskan hukuman mati.