Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik karena Keppres Pansel KPK Sulit Diakses, Ini Kata Pratikno

Kompas.com - 29/07/2019, 10:25 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengaku akan mengecek keluhan dari koalisi masyarakat sipil yang kesulitan dalam mengakses keputusan presiden (keppres) Nomor 54/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2023.

Ia mengaku baru mendengar adanya keluhan itu.

"Oh iya? Saya akan cek ya. Itu isinya sederhana sekali pembentukan pansel," kata Pratikno di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (29/7/2019).

Baca juga: Koalisi Antikoripsi Sulit Dapatkan Keppres Pembentukan Pansel KPK

Pratikno membantah Istana tertutup dalam urusan pembentukan pansel capim KPK. Menurut dia, prinsip keterbukaan itu terealisasi dengan dipublikasikannya nama-nama anggota pansel.

"Loh dari awal kan kami sudah declare siapa saja anggota panselnya. Ya isi Keppres pansel ya isinya cuma memutuskan nama ini-ini sebagai anggota pansel. Dan anggota pansel kan terpublikasi," ucap Pratikno.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi sebelumnya mengaku kesulitan memperoleh salinan Keppres pembentukan pansel KPK.

Baca juga: Masyarakat Sipil Sulit Dapatkan Salinan Keppres, Ini Kata Ketua Pansel Capim KPK

Hal itu diungkapkan salah satu anggota koalisi, Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (28/7/2019).

"Pada awalnya, kami mengajukan surat permohonan informasi publik ini pada Kementerian Sekretariat Negara. Kami ajukan pada tanggal 10 dan kami minta hanya salinannya. Kami menyampaikan juga bahwa ini bukan termasuk informasi yang dikecualikan dalam konteks hukum informasi publik," kata Nelson.

Baca juga: Pansel Capim KPK Diminta Perhatikan Kembali Tiga Calon dari Polri

Selanjutnya, pada tanggal 25 Juli 2019, permohonan tersebut ditolak oleh Kemensetneg lewat surat yang ditandatangani oleh Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Eddy Cahyono Sugiarto.

Menurut Nelson, dalam surat itu dinyatakan bahwa salinan Keppres itu hanya bisa diberikan kepada nama-nama yang tergabung dalam keanggotaan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Baca juga: KPK Ingatkan Pansel soal Rekam Jejak Capim KPK

Nelson pun menilai penolakan itu tidak lazim.

"Kenapa kami bilang ini tidak lazim? Yang dulu Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, zamannya Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) itu ada di internet, beredar bebas. Kita punya nih salinan zamannya Pak SBY," ujar Nelson.

Adapun kepentingan koalisi memperoleh salinan itu adalah untuk mengkaji apakah proses seleksi yang dilakukan oleh Pansel Calon Pimpinan KPK kali ini sudah benar atau belum. 

Kompas TV Kepatuhan menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN menjadi sorotan dalam proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 pasalnya ketua pansel Capim KPK menyebut pelaporan LHKPN bukan kewajiban Capim KPK ICW pun mempertanyakan komitmen pansel dalam memastikan integritas komisioner KPK ke depan. Lalu apa yang membuat pansel Calon Pimpinan KPK tidak mengharuskan pelaporan LHKPN bagi calon pimpinan KPK kali ini? lalu bagaimana publik mengukur integritas para calon pimpinan lembaga rasuah bila asal usul kekayaannya tidak diketahui? #CapimKPK #KPK #LHKPN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com